Tuesday, March 30, 2010

Mantan Ketua DPRD Jatim, Fathorrasjid, akhirnya dijatuhi vonis enam tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya

Sumber Surya Co Id :Selasa, 30 Maret 2010 | 06:41 WIB

Surabaya - Surya- Mantan Ketua DPRD Jatim, Fathorrasjid, akhirnya dijatuhi vonis enam tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (29/3), dalam kasus korupsi yang melibatkan dana hibah APBD Jatim senilai Rp 225 miliar untuk P2SEM (Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat).

Selain itu, majelis hakim yang diketuai I.G.N. Astawa juga mewajibkan terdakwa mengembalikan uang kerugian negara senilai Rp 5,8 miliar atau subsider kurungan penjara 1,5 tahun (jika tak bisa mengembalikan), serta denda sebesar Rp 100 juta atau subsider kurungan penjara selama satu tahun.

Namun, terdakwa langsung banding. Bahkan, usai sidang, Fathor malah mengungkap dugaan pemerasan oleh aparat kejaksaan. Putusan hakim itu sebenarnya lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta Fathor diganjar 12 tahun penjara.

Menurut Astawa, Fathor secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi bersama-sama, dengan sengaja memerintahkan ajudannya Pudjiarto memotong dana P2SEM. “Perbuatan terdakwa merugikan negara Rp 5,8 miliar dan uang itu yang harus dikembalikan,” katanya

Terdakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan Pasal 64 KUHP, kata Astawa.

Menurut Astawa, selaku Ketua DPRD, saat itu Fathor memotong dana hibah APBD Jatim 2008 yang disalurkan untuk P2SEM itu. Fathor terbukti memotong 40 sampai 80 persen melalui Pudjiarto. Sekadar mengingatkan, Pudjiarto sendiri telah lebih dulu divonis 3,5 tahun penjara dan menerima vonis itu.

Setelah palu hakim diketuk untuk menandai sidang usai, Fathor tampak reaktif. Dia bangkit dari tempat duduknya dan berbalik kemudian memberi pernyataan sikap dari kursi terdakwa. Dia menyatakan banding. “Sidang ini direkayasa. Pudjiarto merupakan bagian dari rekayasa tersebut karena kesaksiannya dalam persidangan tidak sesuai dengan kenyataan,” kilahnya.

Penasihat hukumnya, Abdus Salam, menambahkan dasar vonis tersebut tidak mengindahkan fakta-fakta di persidangan, karena ada sebelas orang saksi kunci tidak dimintai keterangan oleh hakim.

“Kesaksian yang memberatkan Fathor tidak pernah diuji di persidangan, tetapi anehnya dijadikan dasar putusan hakim,” katanya.

Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) Arif Djatmiko dan Edy Winarko menyatakan, masih pikir-pikir menjawab vonis yang lebih ringan dari tuntutan mereka itu. “Kami akan melapor dulu ke atasan,” kata Edy.

Tidak puas dengan menyatakan banding, masih di dalam ruang sidang, Fathor mengungkap dugaan praktik kotor berupa makelar kasus oleh aparat kejaksaan. Mantan politisi PKB yang menyeberang ke PKNU (Partai Kebangkitan Nasional Ulama) ini mengaku telah diperas oleh salah seorang pejabat Kejaksaan Agung (Kejagung) berinisial Y ketika pertama kali kasus hukumnya mencuat pertengahan tahun lalu.

Kata Fathor, Y adalah salah seorang direktur di Kejagung. “Saya berani diuji jika keterangan saya ini palsu,” kata lelaki 57 tahun ini didampingi Abdus Salam.

Dia mengisahkan, pertemuannya dengan Y terjadi pada 2009 lalu saat dirinya masih berstatus sebagai saksi kasus P2SEM. Ketika itu, Fathor dan Y berjanji bertemu di Hotel Ambara, Jakarta.

Awalnya memang tidak ada pembicaraan mengenai kasus P2SEM dengan si oknum jaksa. Fathor hanya mengaku resah jika statusnya berubah menjadi tersangka. Namun, setelah Fathor keluar hotel dan berada di Rumah Makan Kapau, Y mengontak ke telepon seluler Fathor.

“Dia menjamin saya ‘tidak naik kelas’ jadi tersangka asal ada kompensasi tertentu,” ujar Fathor sambil menyebut angka permintaan uang.

Karena tidak punya uang, Fathor akhirnya meminta rekan-rekannya urunan sehingga terkumpul Rp 1,5 miliar. Uang tersebut kemudian ditransfer kepada Y. Bukti transfernya, kata Fathor, masih digenggamnya.

“Saya memang tidak punya uang. Tapi, teman-teman saya di DPRD Jatim dan beberapa pejabat Pemprov (Jatim) ‘urunan’ untuk menyerahkan uang itu kepada Ibu Y,” kata Ketua DPRD Jatim periode 2004-2009 itu.

Oleh sebab itu, dia akan melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum Kejakgung itu kepada Satuan Tugas (Satgas) Mafia Hukum. “Laporan sudah kami siapkan,” kata Fathor.

Selain itu, dia akan melaporkan pemerasan tersebut kepada Komisi Kejaksaan. Demikian pula dengan majelis hakim, dia akan melaporkannya kepada Komisi Yudisial.

“Kalau mau adil, 99 anggota DPRD Jatim periode 2004-2009 lainnya juga harus diproses hukum karena mereka juga menerima dana miliaran rupiah. Apa karena saya sudah tidak menjadi anggota legislatif lagi, sehingga saya dijatuhi hukuman? Kalau berani, itu tangkap semua mantan anggota DPRD Jatim yang kini jadi anggota DPR, seperti Ruba’i dan Suhartono,” kata Fathor.

Selain beberapa nama tersebut, dia juga menyebutkan nama-nama mantan anggota DPRD Jatim lainnya yang turut mendapatkan dana hibah P2SEM senilai Rp 225 miliar itu, seperti Widodo, Suhandoyo, dan Farid Al Fauzi.

“BPK juga menyebut mantan Kepala Bapemas (Badan Pemberdayaan Masyarakat) Jatim Sunyono. Mengapa dia juga tidak diadili?” kata Fathor mempertanyakan.

Mengenai pengakuan Fathor, JPU Eddy Winarko menyatakan, tidak tahu-menahu. “Itu urusan dia. Saya tidak tahu soal itu,” katanya. nuca

No comments: