Oleh Bagindo Armaidi Tanjung*
Meski KH Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur sudah meninggalkan 30 Desember 2009 lalu, namun “kehadiran” Gus Dur di arena Muktamar NU ke-32 di Makasar Sulawesi Selatan yang digelar 22-28 Maret 2010 masih terlihat. Secara fisik (jasad), memang Gus Dur sudah tiada. Tapi pikiran, gagasan, dan nyeleneh Gus Dur sepertinya masih mewarnai suasana Muktamar NU tersebut.
“Kehadiran” Gus Dur terlihat dari membanjirnya buku-buku yang berjudul dan ber-cover Gus Dur. Dari belasan stand bazar buku yang ada di arena Muktamar tersebut, nyaris tidak ada yang tanpa kehadiran buku Gus Dur. Selain itu, minat pengunjung pun untuk membeli/memiliki buku-buku Gus Dur tergolong tinggi dibanding buku-buku lain yang dipajang.
Seperti diakui Sales Repsentatif LKIS Yogyakarta Asep Rahmatullah, rata-rata per hari terjual 50 eksemplar buku Gus Dur. Bahkan dua judul buku, Islam Tanpa Kekerasan dan Gila Gus Dur sudah kehabisan stok. LKIS sendiri memajangkan buku yang berkaitan dengan Gus Dur antara lain; Biografi Gus Dur, TUhan TIdak Perlu Dibela, Prisma Pemikiran Gus Dur, Kiay Nyentrik Abdurrahman Wahid Membela Pemerintah, Menggegerkan Tradisi, Membaca Sejarah Nusantara, Tabayan Gus Dur, Gus Dur, NU dan Masyarakat Sipil, termasuk Islam Tanpa Kekerasan dan Gila Gus Dur.
Selain menjual buku-buku bertemakan Gus Dur, LKIS juga menyelenggarakan bedah buku Membaca Sejarah Nusantara. Buku tersebut dibedah Pengasuh Pesantren Kaliopak Yogyakarta M.Jadual Maula. Melalui bedah buku tersebut, mau tidak mau sosok Gus Dur pun dibicarakan dari berbagai sisi.
Lain lagi dengan Penerbit Kompas yang memajang buku Fatwa dan Canda Gus Dur yang ditulis KH Maman Imanulhaq Faqieh, Sejuta Hati Untuk Gus Dur, Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi. Buku Fatwa dan Canda Gus Dur, juga menghadirkan penulisnya KH Maman dalam sebuah diskusi di arena bazar Muktamar NU ke-32. Kontan saja usai diskusi dan penyampaian pengalaman menarik dari KH Maman selama mengikuti perjalanan bersama Gus Dur 20 eksemplar bukunya terjual.
KH Maman sendiri dalam penyampaian pengalaman singkatnya bersama Gus Dur, banyak memberikan sosok Gus Dur yang sangat pantas menjadi inspirasi anak-anak muda NU dalam menatap masa depan. Dengan gaya yang cukup guyonan, KH Maman sepertinya mampu menghadirkan sekelumit sosok Gus Dur dihadapan audien. Maman menyebutkan bagaimana Gus Dur menyampaikan soal kematian tokoh nasional. Dengan menanyakan kesehatan sejumlah tokoh nasional yang tengah sakit, kalau-kalau dia yang dimaksud Gus Dur. Ternyata, kemudian Gus Dur sendirilah yang menghadap Sang Khalik-Nya.
Penjualan buku Fatwa dan Canda Gus Dur hanya ditandingi oleh buku Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari karya Zuhairi Misrawi yang rata-rata terjual 20 eksemplar per hari, kata Koordinator Pemasaran Buku Terbitan Kompas di Makasar Syahruddin K. Kompas sendiri memajangkan buku Gus Dur yang lain, Gus Dur Menjawab Tantangan Zaman, Damai Bersama Gus Dur, Santri Par Excellence, Perjalanan Politik Gus Dur, Gus Dur Menjawab Tantangan Zaman. Sebagian besar buku tersebut menjadi pilihan para muktamirin NU ke-32.
Begitu pula dengan penerbit Erlangga memajangkan buku seri Gus Dur, masing-masing Gus Dur Siapa Sih Sampayen? dan Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur yang ditulis Ali Maskur Musa, politisi PKB yang kini di BPK. Sebagai seorang yang menjadi pusat perhatian, segala tindak tanduk Gus Dur akan menjadi bagian perjalanan sejarah bangsa. Di samping itu, kadang gagasan Gus Dur menimbulkan salah pengertian yang berujung pada terjadinya polemik. Buku ini memberikan penjelasan kepada masyarakat atas beberapa makna yang ada dibalik sebuah peristiwa, sekaligus sebagai upaya penempatan masalah yang sebenarnya dari beberapa tindakan dan pernyataan Gus Dur yang memiliki nilai historis.
Sedangkan buku Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur menyajikan dan membahas akar-akar pemikiran politik dan keagamaan Gus Dur. Sebagai tokoh kontroversial, sikap dan pemikiran Gus Dur kerap ditentang oleh kawan dan lawan. Paham kebangsaan yang dikembangkan selalu integratif dan inklusif dengan dinamika kehidupan bangsa dan negaranya. Selain memaparkan akar pemikiran politik Gus Dur. Penulis buku ini juga ingin membuktikan bahwa pemikiran dan tindakan Gus Dur selama hidupnya bukanlah suatu yang controversial, tapi justru merupakan implementasi dari pemahaman nilai-nilai Islam secara membumi.
Buku terbaru pasca wafatnya Gus Dur, berjudul Sejuta Gelar Untuk Gus Dur yang merupakan kumpulan tulisan dari sejumlah tokoh di negeri ini, juga hadir di stand PBNU. Buku dengan editor A Effendy CHoirie, Arief Mudatsir dan Hermawan Sulistyo tersebut, setidaknya menggambarkan bagaimana sosok Gus Dur dari pandangan sejumlah tokoh yang pernah berproses atau bersentuhan dengan Gus Dur. Tentu saja buku ini dapat menggambarkan kepada pembacanya, bagaimana para tokoh dan pengamat melihat Gus Dur .
Wafatnya Gus Dur meninggalkan banyak kesan bagi elemen bangsa, utamanya warga masyarakat Indonesia. Karena sosok Gus Dur yang berani memperjuangkan nasib kaum tertindas, tanpa melihat suku, bangsa dan agamanya. Meski tanpa kehadiran penulisnya Ali Maskur Musa, toh buku ini tetap dibedah di samping stand Erlangga. Tampil sebagai pembicara Dosen Pascasarjana Universitas Makasar DR. Firdaus. Kesimpulan dari bedah buku tersebut, sosok Gus Dur merupakan sosok yang konsisten pemikiran dengan sikapnya dalam proses kehidupannya. Hanya saja, kadang-kadang orang yang belum memahami pemikiran dan sikap Gus Dur cenderung melihat sebuah tindakan yang kontroversial.
Mengapa buku bertemakan Gus Dur banyak diminati? Tentu tidak terlepas dari sosok Gus Dur dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan proses keumatan. Pemikiran Gus Dur selalu dipahami sesuai dengan konteks dan kondisi yang dihadapi bangsa dan umat negeri ini. Sosok Gus Dur yang selalu berjuang dalam ranah lintas agama, golongan, kelompok dan bangsa, sehingga dapat diterima semua pihak. Sosok Gus Dur semakin jelas dapat diterima dari berbagai kalangan lintas agama, golongan, kelompok dan bangsa, ketika Gus Dur diberangkatkan dari Rumah Sakit setelah dinyatakan wafat hingga ke pemakaman di Jombang. Bahkan hingga hari ini pun para ziarah berdatangan dari berbagai penjuru.
Sambutan yang begitu meriah dapat disaksikan langsung jutaan rakyat Indonesia ketika menyaksikan melalui siaran langsung dari berbagai televise swasta nasional maupun internasional. Ribuan rakyat dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyon hingga rakyat kecil, tumpah ruah mengantar Gus Dur ke tempat peristirahatan terakhir di kawasan pondok pesantren Tebuireng Jombang. Seiring dengan itu, buku-buku Gus Dur pun laris di sejumlah tokoh buku pasca Gus Dur wafat.
Selain kehadiran buku Gus Dur di arena pameran Muktamar, juga sejumlah CD baik yang berisikan ceramah maupun alunan musik gambus dan shalawat Gus Dur. Beberapa spanduk pun di arena Muktamar terlihat memajang foto Gus Dur.
Yang tidak kalah pentingnya adalah, kandidat yang bertarung dalam pemilihan Ketua Umum PBNU 2010-2015 mendatang adalah mereka yang bersentuhan langsung dengan (pemikiran) Gus Dur. Mereka memiliki hubungan yang pernah berproses dengan Gus Dur. Bahkan tidak jarang pula mereka ber (di)bentur(k)an dengan Gus Dur . Sehingga dengan benturan tersebut sang tokoh dengan sendirinya menjadi tokoh pula. Dari nama-nama yang muncul sebagai kandidat Said Aqil Siraj, Salahuddin Wahid, Ahmad Bagja, Masdar F. Mas’udi dan Slamet Effendy Yusuf, tidak diragukan lagi sosok Gus Dur banyak sedikitnya akan mempengaruhinya.
Dengan demikian, walaupun secara fisik (jasad) Gus Dur tidak hadir ditengah muktamirin, namun “roh” Gus Dur sepertinya masih ikut hadiri di Muktamirin. Lewat buku, Gus Dur akan selalu hidup sepanjang bangsa ini masih menghargai jasa-jasa para tokoh terdahulunya. Selamat bermuktamar.
* Penulis adalah Kontributor NU Online di Sumbar
No comments:
Post a Comment