Friday, March 26, 2010

NU Haramkan Akad Nikah Beralat Elektronik

Makassar (ANTARA News) - Komisi Bahtsul Masail Waqi`iyyah (hukum Islam) pada Muktamar ke-32 Nahdlatul Ulama (NU), mengeluarkan rekomendasi mengharamkan akad nikah melalui alat elektronik, namun nikah gantung diperkenankan.

"Akad nikah tidak diharamkan melalui elektronik, karena ada syarat-syarat yang tidak dipenuhi yakni keterlibatan pengantin secara langsung, juga saksi dan walinya, dan lafadz akad nikah itu harus jelas," kata Ketua Komisi Hukum Islam, KH Syaefuddin Amsir, di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Jumat.

Menurut dia, proses pernikahan itu tidak boleh samar-samar, karena semua unsurnya harus jelas. Berbeda halnya dengan istilah kawin gantung, dimana akad nikah dilakukan pada usia sebelum baliq, namun belum diizinkan melakukan hubungan suami isteri.

Dia mengatakan, nikah gantung itu bisa dilanjutkan pada saat keduanya sudah dewasa dan "aqil baliq", namun apabila dalam perjalanannya pada saat mereka sudah dewasa dan menyadari tidak ada kecocokan, maka bisa membatalkan akad kawin gantung itu.

Mengenai kasus penyadapan telepon atau kamera CCTV, ia mengatakan, hal itu diharamkan karena termasuk "memata-matai" untuk mengetahui hal yang tidak benar. Namun, hukumnya kemudian dapat berubah menjadi wajib, jika konteks penyadapan itu untuk membongkar suatu kasus yang merugikan publik.

"Hanya saja hasil penyadapan itu tidak boleh dijadikan alat bukti utama, namun hanya menjadi alat bukti pendukung saja di bidang hukum," katanya.

Khusus Komisi Program pada Muktamar ke-32 NU direkomendasikan, untuk Bidang Kesehatan ditargetkan membangun Rumah Sakit yang diawali ditingkat Wilayah (propinsi).

"Langkah NU dalam kurun lima tahun ke depan adalah membangun rumah sakit NU di tingkat provinsi," kata Ketua Komisi Program KH. Abbas A. Muin pada keterangan terpisah.

Dia mengatakan, di tingkatan cabang (Kab/kota) sebenarnya sudah ada Rumah Sakit, jadi tinggal diikuti di tingkat provinsi. Untuk mewujudkan hal itu, terlebih dahulu harus dibicarakan pada musyawarah kerja nasional, kemudian ditindaklanjuti oleh lembaga terkait.

No comments: