Tuesday, June 21, 2011

Persoalan TKI Tidak Pernah Sepih,Belum Tuntas Yang Satu Datang Lagi Berita Yang Lain

PAMEKASAN | - Setelah tenaga kerja wanita (TKW) asal Bekasi, Ruyati dihukum pancung, kini pasangan suami-istri, Hasin Taufik bin Tasid (40), dan Sab’atun binti Jaulah (30), tenaga kerja lainnya di Arab Saudi, tengah menunggu giliran dihukum potong tangan.

Hasin dan Sab’atun, pasutri warga Dusun Glugur, Desa Palengaan Laok, Kecamatan Palengaan, Pamekasan, Madura, diduga sudah memasuki penjara gelap (bawah tanah) sebagai pertanda akan segera menjalani hukuman.

“Kami sudah kehilangan kontak dengan mereka. Waktu belum masuk ruang penjara gelap masih bisa dihubungi oleh keluarga,” kata Makbullah, adik kandung Hasin kepada Surya di Pamekasan, Senin (20/6).

Kontak terakhir keluarga dengan Hasin terjadi, Kamis (16/6). Ketika itu, ia menceritakan bahwa dirinya bersama istrinya Sab’atun tidak akan bisa dihubungi lagi ketika sudah masuk penjara gelap sebagai persiapan menuju proses hukum potong tangan.

Hasin dan Sab’atun akan dieksekusi lantaran dituduh mencuri emas seberat 1 kg senilai Rp 250 juta milik majikannya, Umar Said Bamusak, di Jeddah, yang disimpan di kotak perhiasan di dalam lemari.

Hasin dan Sab’atun bekerja di rumah majikan yang sama. Hasin menjadi sopir dan Sab’atun sebagai pembantu rumah tangga.

Pasutri yang dikaruniai anak semata wayang, Ulfa (10), akhirnya dijebloskan ke penjara Briman Sijin Am, Blok 4, Jeddah sejak empat tahun lalu.

Meski pihak keluarga di Pamekasan sudah berusaha bagaimana cara keduanya bebas dari hukuman potong tangan, namun usahanya sia-sia. Bahkan adik kandung Hasin, Aminah (25) bersama suaminya Sahrul (28) yang menyusul sebagai TKI ke Arab Saudi, sejak dua tahun lalu, hingga kini tak bisa bertemu Hasin.

Sipir penjara di Jeddah melarang Aminah membezuk Hasin dan Sab’atun, namun Aminah dan Sahrul bisa mendapatkan nomor ponsel milik Hasin. Dari kontak telepon itu, Aminah mengetahui bahwa Hasin menjadi tukang pijat dan tukang cuci di dalam penjara.

“Dari ongkos pijat dan cuci itulah, Kak Hasin bisa membeli handphone dan pulsanya untuk menelepon kami di kampung,” terang Makbullah.

Makbullah kini mengaku sudah putus asa dan kehilangan harapan terhadap nasib saudaranya yang menunggu giliran hukuman potong tangan. “Kami sudah capek dan putus asa. Apakah masih ada harapan kakak saya bebas dari hukuman potong tangan? Satu-satunya harapan, kakak saya harus mengganti uang Rp 250 juta, baru bisa bebas. Tapi mana mungkin kami memiliki uang sebanyak itu. Uang kiriman sebelumnya sudah habis buat membayar utang dan biaya hidup di sini,” kata Makbullah.

Diungkapkan, setelah tiga tahun kakaknya menjalani hukuman penjara, 2010 lalu, ia kirim surat ke Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Pamekasan dan Bupati Pamekasan, serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jatim.

Namun dari BNP2TKI Jatim di Surabaya hanya mendapat jawaban, keberadaan kakaknya masih akan dicek dulu ke penjara di Jeddah. Sedang bupati meminta keluarga di Pamekasan bersabar dulu. Mei 2011, Makbullah juga mengadu ke DPRD Pamekasan.

Melihat penderitaan Hasin dan Sab’atun, akhirnya Makbullah menjadi bapak asuh Ulfa (10), anak semata wayang pasangan Hasin dan Sab’atun. Sementara Hasin dan Sab’atun hanya bisa pasrah menunggu jadwal eksekusi pemotongan tangannya di negeri Arab Saudi.

“Kepada bapak-bapak pemimpin negeri ini, saya sangat memohon pertolongan untuk kebebasan kakak saya,” kata Makbullah.

Rekayasa

Menurut Makbullah, kasus pencurian yang tidak diakui kakaknya terjadi 2006. Saat itu Hasin mengantarkan majikannya ke kantor tempat kerjanya di Jeddah, berjarak 20 km. Sedang Sab’atun sibuk memasak di dapur.

Pada saat itu majikan perempuan yang tinggal di rumah mengaku kehilangan emas seberat 1 kg. Sab’atun dituduh pencurinya, sedang Hasin sebagai otaknya. “Pada saat sidang, kedua kakak saya membantah mencuri, tapi tetap dijebloskan ke penjara,” kata Makbullah yang mengaku kabar menyedihkan itu disampaikan kakaknya lewat ponsel.

Makbullah menduga, terjadinya pencurian emas itu adalah rekayasa agar sang majikan bebas, tidak perlu menggaji kedua kakaknya. Sebelum terjadinya kasus pencurian, gaji kedua kakaknya sebagian ditahan. Alasannya, akan diberikan semua, jika kedua kakaknya pulang ke Pamekasan.

Hasin dan Sab’atun, menjadi TKI sejak November 2001, melalui jasa pengerah TKI resmi, PT Hosana Adi Kreasi, Jl Haji Mukmin, Kalisari, Pasar Rebo, Jakarta Timur. “Kami mengetahui informasi ini setahun setelah kakak saya dipenjara. Dan PT yang memberangkatkan kakak saya itu tidak mau bertanggung jawab,” tutur Makbullah.

Wakil Ketua DPRD Pamekasan, Khairul Kalam, mengaku, sudah mendengar nasib buruk yang menimpa nasib TKI, Hasin dan Sab’atun. Ia meminta pemkab, khususnya Dinsosnakertrans segera menindaklanjuti masalah itu. “Pemkab harus jemput bola dan ada keseriusan mencari info sekaligus memberikan bantuan hukum bagi pasu­tri itu, agar keduanya bebas dari hukuman potong tangan,” papar Khairul Kalam.

Kepala Dinsosnakertrans Pamekasan, Akmalul Firdaus, ketika akan dimintai keterangan, Senin (20/6), terkait perkembangan kasus Hasin dan Sab’atun belum bisa dimintai konfirmasinya. Beberapa kali ponselnya dihubungi tidak diangkat.

Namun sebelumnya, seperti dilansir kantor berita pemerintah, Antara, Akmalul Firdaus mengatakan, nama Hasin dan Sab’atun tidak terdata di dinasnya. Namun pihaknya sudah berupaya mencari tahu kabar keduanya dengan mengirimkan surat ke Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia yang memberangkatkan keduanya, yaitu PT Hosana Adi Kreasi, Jakarta Timur.

“Mereka bilang sudah lama hilang kontak dengan keduanya, kami juga sudah kirim surat ke Kedutaan,” kata Akmal.

Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan (Disnakertransduk) Jatim Hary Soegiri mengatakan, untuk membebaskan dua warga Pamekasan dari hukuman potong tangan di Arab Saudi, pihaknya akan melakukan dua cara, yakni pendekatan formal dan informal.

Pendekatan formal, Pemprov akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan BNP2TKI. Tapi sebelum itu, untuk mendapat data yang detail dan valid tentang si TKI, pihaknya akan mengumpulkan pejabat Disnaker Kabupaten/Kota, Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), dan asosiasinya – baik APJATI (Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) maupun IMSA (Indonesian Manpower Supplier Association).

”Setelah itu kita akan mendesak Kemenakertrans dan Kemenlu untuk melakukan lobi diplomatik membantu para TKI asal Jatim agar terbebas dari ancaman hukuman potong tangan tersebut,” ujarnya kepada Surya, Senin (20/6) malam.

Selain pendekatan formal, pihaknya juga akan melakukan upaya pendekatan lobi informal seperti yang pernah dilakukan mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 1999, dengan memohonkan pengampunan atas eksekusi pancung yang dijatuhkan kepada Siti Zaenab yang didakwa membunuh majikannya, kepada Raja Fahd.

Untuk itu, pihaknya akan segera menggali informasi sekaligus menginventarisir siapa saja orang Jatim yang punya kekuasaan dan pengaruh kuat di Arab Saudi. ”Jika sudah dapat orangnya, pendekatan ala Gus Dur itu akan kita lakukan,” tegas Hary.

Dikatakan, dua TKI asal Pamekasan yang terancam dipotong tangan merupakan bagian dari 316 TKI yang terancam hukuman di Arab Saudi. Sedangkan dari 26 orang TKI yang terancam hukuman mati, tidak ada satupun yang asal Jatim. Saat ini, jumlah TKI asal Jatim di Arab Saudi hanya 10 persen dari sekitar 3 juta orang TKI yang bekerja di negara itu.

No comments: