SEMARANG, KOMPAS.com - Sejumlah tokoh lintas agama di Kota Semarang, Jawa Tengah, menggelar peringatan satu tahun wafatnya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Monumen Tugu Muda Semarang, Kamis (30/12/2010) malam.
Lengkingan suara saxophone langsung terdengar mengisi hening peringatan mengenang mendiang tokoh besar yang dikenal humanis semasa hidupnya tersebut, mengiringi lantunan shalawat dan orasi kemanusiaan yang disampaikan.
Romo Aloys Budi Purnama, sang peniup saxophone, memainkan beberapa lagu kebangsaan, seperti "Gugur Bunga", "Kukenang Jasamu", "Indonesia Pusaka", dan "Satu Nusa Satu Bangsa" dengan irama menyayat, diikuti para peserta.
Meski berlangsung di tengah guyuran hujan, para peserta tidak beralih tempat dan tetap mengikuti acara bertema "Nyanyian Kebangsaan Mengenang Satu Tahun Wafatnya Gus Dur" itu dengan khidmat, membawa lilin yang menyala sambil berpayung.
Romo Budi yang ditemui usai acara mengatakan, acara tersebut dimaksudkan mengenang Gus Dur yang baginya bukan hanya pahlawan nasional, namun pahlawan kemanusiaan yang selalu membela orang tertindas dan minoritas.
"Kaum minoritas yang dibela Gus Dur tidak hanya terbatas dalam konteks agama, namun banyak sisi, termasuk pendidikan, seni, dan budaya. Ini dibuktikan dengan beberapa artis yang dipojokkan dan dibela oleh Gus Dur," katanya.
Menurut dia, semangat perjuangan Gus Dur harus diteruskan dan tidak boleh terhenti, terutama perjuangan dalam membela kemanusiaan dan menghargai serta merayakan kemanusiaan yang selama ini diusung oleh Gus Dur.
Ia menyebutkan, para tokoh lintas agama yang hadir, antara lain perwakilan agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu, bahkan ada pula perwakilan dari jamaah Ahmadiyah yang hadir dalam kesempatan itu.
"Acara ini diprakarsai oleh Komisi Hubungan Antar-Agama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang, kebetulan saya perwakilannya dan Gus Dur Centre yang mengusung semangat perjuangan Gus Dur," kata Romo Budi.
Senada dengan itu, Dr. Nelwan selaku inisiator Gus Dur Centre mengatakan, acara tersebut ditujukan untuk menghidupkan semangat humanis, spiritualis, dan kebhinnekaan yang diperjuangkan oleh Gus Dur semasa hidupnya.
"Ini hanya perayaan sederhana untuk mengenang Gus Dur, sesuai dengan sifat kesederhanaan yang dimilikinya. Yang perlu diingat adalah Gus Dur selalu membela kepentingan masyarakat kecil, ini harus dilanjutkan," kata Nelwan.
Karena itu, kata Nelwan, pihaknya berinisiatif membentuk Gus Dur Centre beberapa bulan setelah kiai nyentrik itu wafat, dimaksudkan untuk meneruskan semangat dan perjuangan Gus Dur dalam membela orang tertindas dan minoritas.
Acara yang diikuti sekitar 50 orang itu, termasuk elemen pemuda dari Nahdlatul Ulama dan pemuda gereja itu ditutup dengan ramah tamah dan makan bersama, diiringi alunan saxophone Romo Budi dengan irama tembang "Tombo Ati".
No comments:
Post a Comment