Cirebon, Mantan ketua umum Pengurus Pusat GP Ansor, H Slamet Effendi Yusuf mengatakan, mekanisme pemilihan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode mendatang tergantung kepada keputusan yang diambil muktamirin atau para peserta muktamar yang mewakili pengurus wilayah dan cabang seluruh Indonesia.
Hal ini disampaikannya menanggapi wacana pemilihan ketua umum (tanfidziyah) oleh ahlul halli wal aqdi. Wacana ini dikembangkan oleh mejelis Alumni IPNU yang maksudnya ketua umum tidak dipilih oleh seluruh muktamirin namun dipilih oleh dewan syuriyah yang ditunjuk dengan kriteria tertentu.
“Mekanisme pemilihannya ya terserah muktamirin nanti inginnya seperti apa,” kata Slamet yang juga kandidat ketua umum ini usai menghadiri salah satu kegiatan pra muktamar NU di Pesantren Babakan, Ahad (31/1).
Seperti diwartakan di NU Online, di tempat terpisah, usulan ini Ahad kemarin disampaikan kembali dalam satu pertemuan Majelis Ulumni IPNU yang dihadiri oleh Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi. Salah satu semangatnya adalah untuk menegaskan posisi syuriyah yang seharusnya lebih dominan dari tanfidiyah.
Menurut Slamet, ketentuan mengenai tugas dan wewenang syuriyah dan tanfidziyah sebenarnya telah diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AD/ART NU dan tinggal persoalan realisasi.
Lebih dari soal mekanisme pemilihan, menurutnya, ketua umum PBNU periode mendatang haruslah seorang yang benar-benar mengerti tentang managemen keorganisasian.
“Istilah yang lebih tepat untuk ketua umum ini adalah harus seorang organisator,” katanya menanggapi usulan Kiai Hasyim Muzadi yang menginginkan ketua umum PBNU periode mendatang dipegang oleh seorang manager.
Slamet menambahkan, NU pada periode mendatang perlu dikelola dengan managemen modern. “Perlu adanya modernisasi organisasi. Bukan orangnya yang dimodernkan tapi pengelolaan organisasinya yang perlu dimodernkan. Ini adalah tuntutan zaman,” katanya. (nam)
No comments:
Post a Comment