Indonesia kehilangan devisa sebesar Rp100 triliun setiap tahun akibat banyak warga yang berobat ke luar negeri.
"Nilai devisa kita yang keluar menurut data World Bank pada 2004 sekitar Rp70 triliun. Jika data itu benar, dipastikan saat ini bisa lebih dari Rp100 triliun per tahun," kata Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Supriyantoro di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Jumat.
Usai mengikuti "Annual Scientific Meeting" dalam rangka Dies Natalis Ke-65 FK UGM, Menkes mengatakan hal itu disebabkan masyarakat masih mempercayai dan menganggap berobat ke rumah sakit luar negeri jauh lebih baik kualitasnya dari dalam negeri.
"Sebagian besar masyarakat Indonesia yang memilih berobat ke luar negeri masih mempercayai kualitas pengobatan di luar negeri jauh lebih baik dibandingkan di rumah sakit yang ada di dalam negeri," katanya.
Ia mengatakan, meskipun mutu pengobatan sebenarnya tidak jauh berbeda, rumah sakit dalam negeri masih lemah dalam mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien. Jadi, bukan dari pengobatan yang jelek, tetapi bagaimana pelayanan yang ada menjadi lebih baik.
"Beberapa cara sudah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan standar mutu pelayanan kesehatan agar diterapkan di masing-masing rumah sakit. Salah satunya adalah penerapan sertifikat akreditasi standar internasional," katanya.
Namun demikian, dari sekitar 1.500 rumah sakit di Indonesia baru empat rumah sakit yang sudah memiliki standar kualitas standar internasional. Salah satunya adalah Rumah Sakit Dr Sardjito Yogyakarta.
Sehubungan dengan banyak rumah sakit yang menggunakan nama atau label internasional, ia mengatakan, Kemenkes akan menertibkan rumah sakit yang masih menggunakan nama internasonal.
Menurut dia, tidak ada lagi rumah sakit yang mengunakan nama internasional, agar pasien tidak tertipu. Jika memang terakreditasi, itu pun harus menyebutkan asal lembaga yang melakukan akreditasi dan berlaku sampai kapan.
"Untuk peningkatkan pelayanan dan keselamatan pasien, antarrumah sakit diharapkan tidak saling berkompetisi tetapi membangun koopetisi atau kerja sama. Dengan demikian, tidak ada lagi `jor-joran` alat kesehatan, tetapi bagaimana memberikan mutu pelayanan yang baik bagi pasien," katanya. [ant]
No comments:
Post a Comment