Kuala Lumpur (ANTARA News) - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia, sejak Maret ini memantau pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) melalui komputer sehingga memudahkan pengontrolan "permintaan tenaga kerja" yang disahkan KBRI dengan jumlah TKI yang tiba di Malaysia.

"Melalui sistem dalam jaringan dapat diketahui perusahaan mana yang belum melakukan "demand letter" (surat permintaan) ke KBRI," kata Atase Ketenagakerjaan KBRI Kuala Lumpur, Agus Triyanto AS, di Kuala Lumpur, Kamis.

Menurut dia, data pengiriman TKI dari perusahaan Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) yang masuk ke dalam sistem yang dimiliki Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) juga bisa diterima dengan baik oleh KBRI Kuala Lumpur.

Dengan demikian, lanjut dia, pihak KBRI akan dapat mengetahui perusahaan mana saja yang tidak melakukan "demand letter` tapi sudah kirim TKI ke negeri ini.

Dari evaluasi atas penerapan sistem "on line" tersebut, terdapat beberapa perusahaan yang tidak melakukan "demand letter` kepada KBRI, tapi sudah mengirimkan TKI ke negeri ini.

Tentu bila itu terjadi maka perusahaan tersebut telah melakukan pelanggaran dan selanjutnya pihak KBRI khususanya atase ketenagakerjaan akan melaporkannya kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sehingga dapat dilakukan penertiban, dan bahkan bila sudah dianggap pelanggaran yang berat, bisa saja dikenakan sanksi terhadap perusahaan tersebut.

"Kami berharap perusahaan yang melakukan pelanggaran tersebut diproses secara hukum. Ini penting demi perlindungan terhadap para TKI," ungkapnya.

Sementara itu, kewajiban membuat Demand Letter (surat permintaan) yang disahkan oleh pihak KBRI bertujuan untuk menertibkan layanan permintaan TKI dan meningkatkan perlindungan para pekerja tersebut.

"Para users (pengguna atau majikan) TKI di Malaysia yang memerlukan atau membutuhan jasa TKI diwajibkan membuat Demand Letter (Surat Permintaan) yang disahkan oleh Perwakilan RI atau KBRI," tegasnya.

Diterbitkannya Surat Edaran KBRI Nomor: 615/AS/SBK/0810 tertanggal 25 Agustus 2010 merupakan penegasan dari UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, tidak terkecuali TKI untuk Malaysia.

Terkait dengan kebutuhan jasa TKI ini, Pasal 32 Ayat 3 dengan tegas menyebutkan, "Surat Permintaan TKI dari Pengguna perjanjian kerjasama penempatan, dan rancangan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a (perjanjian kerjasama penempatan), huruf b (surat permintaan TKI dari pengguna), dan huruf d (rancangan penjanjian kerja) harus memperoleh persetujuan dari pejabat berwenang pada Perwakilan RI di negara tujuan."

Dalam surat edaran itu disebutkan mengenai biaya pembuatan Demand Letter sesuai Surat Keputusan Kepala Perwakilan RI Nomor 119/SK-DB/VIII/2008 tanggal 25 Agustus 2008, dan terhitung mulai diberlakukan sejak 01 September 2008, sebesar RM 70,00.(*)