Saturday, January 10, 2009

Membangunan Ekonomi Pedesaan


Setiap tahun lembaga seperti World Economic Forum (WEF) dan International Institut For Management Development (IIMD) menerbitkan daftar peringatan daya saing internasional sejumlah Negara.
Indeks daya saing itu di tetapkan berdasarkan penilaian atas delapan kelompok kerakteristik itu adalah : (1) keterbukaan terhadap perdaganagn dan keuangan internasional ; (2) peran fiskal dengan regulisasi pemerintah ; (3) pembangnunan pasal finansial ;(4) kualitas infrastruktur ;(5) kualitas teknologi ;(6) kualitas manajmen bisnes ;(7) fleksibilitas pasar tenaga kerja dan pembangunan sumber daya manusia;(8) kualitas kelembagaan hukum dan politik.

Menurut ukuran ini daya saing ekonomi sebenarnhya di tentukan ketiga faktor tadi: kebijakan,kelembagaan dan kemampuan .
Pengembangan ketiga faktor ini merupakan kuncin bagi pembangunan ekonomi daerah yang kompitif.Pada akhirnya kekuatan kelembagaan dan kemampuan nasioanl seharusnya bukannya yang di cerminkan dengan yang terdapat di Jakarta tetapi dengan yang ada di seluruh Indonesia.
Daya saing ekonomi daerah tidak dapat di lihat dalam konteks nasional ,yaitu antar ekonomi daerah ,tetapi harus di kembangkan dalam konteks internasioanl .Karena itu tidak dapat di hindari bahwa pembangunan ekonomi daerah harus di selenggarakan dengan pola dengan secara tegas berorintasi keluar.

Dalam tahun – tahun mendatang ini agenda pembangunan ekonomi daerah akan di dominisasi oleh program desentralisasi dan pengembangan etonomi daerah.Tujuan program ini jahu lebih luas dari pembangunan daerah,yaitu untuk meningkatkan rasa keadilan ,mengembangkan partisipasi rakyat dan suatu sistim sosial – politik yang demokrasi ,serta menjaga dan memperkokoh kesatuan bangsa.
Polo desentralisasi dan otonomi daerah yang dapat memenuhi semua tujuan itu tidak mudah untuk di rancang. Tujuan – tujuan diatas ingin di tampung dalam UU No 22/1999 dan UU No 25 /1999 .Dalam berbagai macam terdapat berbagai keracuan terlihat dari meningkatnya keraguan untuk memberikan otonomi pada daerah Tingkat 11.

Pengalihan kewenangan ke Tingkat 11 menjanjikan pengembangan partisipasi rakyat dalam pembangunan dan pembangunan sistim yang semakin demokratis.Tetapi otonomi di Tingkat 11 untuk beberapa tahun mendatang,mungkin sampai 10 tahun ,belum tentu menjamin terselenggaranya pembangunan ekonomi daerah yang kompotitif dan efisien karena pengambangan kebijakan dan pembangunan kelembagaan dan kemampuan di banyak daerah Tingkat 11 akan membutuhkan waktu yang tidak singkat.
Lemahnya kebijakan pengembangan kebijakan serta ke lembagaan dan kemampuan di daerah sangat tampak dari menimimnya prakarsa di daerah dan usulan – usulan yang datang dari daerah untuk melaksanakan program desentralisasi dan otonomi daerah.Di waktu lalu pembangunan daerah di gagaskan dan di laksanakan terutama oleh pusat.Kini terdapat bahaya bahwa proses desentralisasi juga akan diselenggarakan secara tersentralisasi.

Peranan pusat mungkin akan tetap besar dalam bidang fiskal. Arsitiktur fiskal pola lama sangant timpang secara vertikal walaupun cukup seimbang secara horizontal .Dorongan untuk merombak arsitiktur ini sangat masuk akal tetapi bila tidak di rancang dengan baik bisa menghasilkan artistektul fiskal yang kurang timpang secara horizontal.
Suatu keseimbangan vertikal dan horizontal merupakan prasyarat bagi terjaganya kesatuan bangsa.Dalam rancangan bangunan baru peranan pusat untuk menjaga keseimbangan horizontal itu di lakukan melalui dana Alokasi Umum (DAU) yang mungkin akan tetap besar selama 10 tahun mendatang.

Pendapat Asli Daerah (PAD) hanya merupakan salah satu pencerminan salah satu daerah,tetapi keragaman yang besar dalam kemampuan itu sudah menunjukkan bahwa selain masalah sequencing dalam desentralisasi dan pemberian otonomi juga perlu di rancang pelaksanaan terhadap sasuai kemampuan masing – masing daerah.

Data – data untuk tahun 1996 menunjukkan secara rata- rata PAD untuk 35 kotamadya mencapai sekitar 22,4% dari total penerimaan sedangkan PAD untuk 232 kabupaten mencapai 10.3% .
Satu pemetahan berdasarkan PDRB perkapala PAD sebagai persen dari total penerimaan menunjukkan bahwa dari jumlah kebupaten tersebut hanya 17 kabupaten (4 di luar Jawa dan Bali) mempunyai PAD dan PDRB per kapal di atas rata-rata ,sedangkan 103 kabupaten Untuk ke 53 kotamadya ,hanya 8 kotamadya (Jawa dan Bali) yang mempunyai PAD dan PDRB per kapala di atas rata – rata ,sedangkan sebanyak 26 atau sekitar 50 persen ,di bawah rata-rata .

Dalam proses pemulihan ekonimi nasional .pelaksanaan program desentralisasi yang tergesa-gesa tanpa kesiapan memadai akan mengganggu pemulihan ekonomi yang pada gilirannya akan merugikan pembangunan ekonomi daerah sendiri.Maka sangat mungkin di perlukan suatu kesepakatan baru.
Proses desentralisasi tidak perlu diakselerasi.Yang perlu di akselerasi pengembangan ke lembagaan dan kemampuan ,termasuk untuk mengembangkan kebijakan pada tingkat daerah yang harus mendapat prioritas pertama dan dilaksanakan terutama di daerah .Inilah inti dari pemberdayaan ekonomi daerah yang merupakan kunci bagi pembangunan ekonomi daerah yang kompetitf dan efisien.

2 comments:

Engineer said...

salam kenal
Lengkap juga tulisannya pak, dan postinggnya rutinyah pak???
ini ada link yang mungkin berkaitan dengan tulisan bapak,
Membangun ekonomi pedesaan emang gampang gampang susah, disebabkan elemen dasar yaitu masyarakat kita (pedesaan) masih sangat minim pendidikannya. mungkin ini yang kita dorong terlebih dahul.
http://trimanadhy75.blogspot.com/2009/01/keikutsertaan-masyarakat-dalam.html

Engineer said...

maaf tadi ketinggalan blognya http://trimanadhy75.blogspot.com