Terbakarnya Pasar Besar Madiun (PBM) untuk kali kedua memunculkan penilaian ada yang tidak beres pada sisi safety (keamanan, red) bangunan pasar.
Ini tidak hanya terjadi di Kota Madiun saja. Tetapi juga di daerah lain yang pernah mengalami peristiwa kebakaran pasar. Pada peristiwa kebakaran PBM tahun 2001, cukup bisa dimaklumi karena kondisi bangunan saat itu jauh dari layak.
Selain pengaturan bedak dan kios yang semrawut dan berjejalan nyaris tidak ada fasilitas anti kebakaran seperti hydrant atau tabung pemadam kebakaran. Dengan kondisi itu, tidak mengherankan jika percikan api seketika menghabiskan seluruh isi pasar. Nyaris tidak ada yang bisa diselamatkan saat kebakaran hebat itu terjadi.
Saat Pemkot Madiun membangun kembali PBM, pedagang punya harapan besar peristiwa kebakaran tidak akan terulang lagi. Karena bangunan baru senilai Rp 21,1 Miliar tersebut secara fisik terlihat mentereng dan kokoh.
Pengaturan kios dan los juga lebih teratur dari sebelumnya sehingga tidak terlihat berdesakan. Pembelipun tak harus sesak nafas ketika harus berlama-lama di dalam pasar.Tapi lacur, bangunan yang dirancang dengan arsitektur modern itu ternyata juga ludes dalam sekejap akibat kebakaran.
Seperti kejadian sebelumnya, sebagian besar kios dan los tak terselamatkan. Bahkan bangunan dua lantai itu nyaris ambruk karena besi-besi penyangga ternyata juga tidak kuat menahan panas. Berbeda dengan kebakaran pertama, kebakaran yang terjadi menjelang Pemilihan Walikota Madiun itu banyak disayangkan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah tidak berfungsinya hydrant yang berada di halaman depan PBM. Alat ini ternyata macet saat akan digunakan memadamkan api.
Ternyata kendalanya aliran listrik keburu putus karena kebakaran sehingga tidak bisa digunakan untuk mengoperasikan hydrant.Ketergantungan hydrant terhadap arus listrik ini ternyata juga tidak dipahami oleh pedagang PBM.
Mereka kecele karena alat itu ternyata tidak bisa difungsikan bahkan untuk menggunakannya pun pedagang tidak tahu. Akibatnya, mereka hanya bisa menonton saja saat lidah api menyambar seluruh isi bangunan sehingga nyaris tak ada sisa. ''Kami mau madamkan sendiri ternyata hydrantnya tidak bisa.
Lantas buat apa dibuat disitu,'' kata Agus salah satu pedagang PBM dengan nada kesal. Mobil Pemadam Kebakaran (PMK) ternyata juga tidak berdaya untuk menjinakkan api. Kendalanya, Pemkot hanya memiliki dua unit mobil PMK.
Jumlah yang sangat minim untuk mengatasi kebakaran besar seperti yang terjadi di PBM. Bantuan tujuh mobil PMK dari sejumlah instansi dan daerah tetangga juga tak cukup membantu karena kendala jeda waktu kedatangan.
Meskipun lebih teratur dibanding bangunan pasar sebelumnya, ternyata pengaturan kios dan los di PBM juga masih dikeluhkan. Ini lantaran, penyekat antara kios masih terbuat dari bahan kayu atau tripleks. Pedagang terpaksa melakukan itu karena oleh pengelola pasar sekat permanen tidak diperbolehkan.
Padahal di kawasan kios pedagang makanan (warung) ada aktifitas mengolah makanan yang rata-rata menggunakan kompor berbahan bakar minyak tanah. Padagang makanan yang menyewa los tanpa penyekat tak urung harus membuat penyekat dari kayu atau tripleks. Tidak heran jika sumber api kebakaran ternyata terbukti berasal dari kawasan itu maka api akan lebih cepat menjalar. ''Besok-besok lagi harusnya ditembok biar nggak mremen (menjalar, red),'' ujar pedagang lainnya.
Terlepas dari isu-isu yang beredar bahwa ada unsur kesengajaan pada peristiwa terbakarnya PBM episode kedua ini, safety bangunan pasar harus lebih diperhatikan. Karena pedagang tidak hanya butuh tempat berjualan yang megah secara fisik tetapi juga aman untuk menyimpan barang dagangannya.
Sebagai bangunan fasum, minimal harus tersedia alat pemadam kebakaran yang dapat digunakan oleh warga sipil (pedagang, red) dalam kondisi darurat sebelum PMK datang. Minimal harus tersedia tabung pemadam kebakaran di beberapa bagian bangunan pasar dilengkapi petunjuk cara menggunakan.
Juga tersedia hydrant dengan sumber air yang mencukupi. Karena tidak jarang ditemukan hydrant yang tidak mengeluarkan air saat difungsikan. Meskipun tidak mudah difungsikan oleh warga sipil. Keberadaan hydrant sedikit banyak membantu petugas PMK saat memadamkan api. Jika sumber airnya besar keterbatasan mobil PMK dapat terbatu dengan keberadaan hydrant yang berfungsi baik.
Tidak hanya itu, sebagai salah satu fasilitas umum (fasum) yang cukup vital sudah semestinya ada penjagaan khusus di kompleks bangunan pasar. Terutama saat ada momen penting seperti pilwakot.
Karena tidak menutup kemungkinan pasar menjadi obyek empuk sabotase atau tindakan yang secara sengaja dilakukan untuk mengganggu keamanan. Ini mengingat pasar merupakan salah satu nadi perekonomian yang menyangkut hajat hidup banyak orang.Penjagaan khusus ini harus diakui tidak dimiliki oleh setiap pasar termasuk PBM.
Di beberapa pasar penjagaan hanya dilakukan oleh petugas satpam yang jumlahnya juga sangat minim.
Ironisnya tenaga satpam itu dibayar sendiri oleh pedagang dengan cara urunan. Karena pengelola pasar tidak menyediakan tenaga pengamanan khusus. Alih-alih satpam, pedagang terpaksa harus bergantung kepada para preman untuk menjaga keselamatan barang dagangan mereka.
No comments:
Post a Comment