TEMPO Interaktif, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat kembali mendapat sorotan berkaitan dengan rencana kunjungan kerja 26 anggota DPR ke luar negeri. Sejumlah 13 anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Hortikultura dari Komisi IV akan mengunjungi Belanda dan Norwegia. Sedangkan 13 anggota Panitia Kerja RUU Kepramukaan dari Komisi X akan melakukan studi banding ke Afrika Selatan, Korea Selatan, dan Jepang.
Menurut Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), kunjungan kerja ke lima negara yang dilakukan pada pertengahan September hingga awal Oktober 2010 itu menghabiskan dana sekitar Rp 3,7 miliar.
Koordinator Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafi, menyatakan
kunjungan itu tak diperlukan lagi. Sebab, staf ahli anggota DPR sudah menyelesaikan daftar inventaris masalah (DIM) dan tinggal dibahas bersama oleh anggota DPR. Dia menuding anggota DPR telah memberikan argumentasi yang membohongi publik.
"Kalau anggota DPR tetap ngotot memaksa ke luar negeri, itu hanya untuk sekadar jalan-jalan serta menghambur-hamburkan uang negara saja," kata Uchok dalam siaran pers yang diterima Tempo kemarin.
Ketua DPR Marzuki Alie membantah tudingan Fitra bahwa anggaran studi banding ke lima negara itu mencapai Rp 3,7 miliar. Meski mengaku tak tahu secara detail jumlahnya, dia mengatakan jumlahnya tak sebesar itu. "Masak (anggarannya) Rp 3,7 miliar, gila itu. Ya, enggak benarlah. Rp 1 miliar saja tidak sampai itu," kata Marzuki melalui sambungan telepon kemarin.
Marzuki mengatakan studi banding ke luar negeri diperbolehkan dalam undang-undang, bahkan telah dianggarkan dan studi itu harus dilakukan di negara yang lebih baik dari Indonesia. Tapi dia mengaku tak tahu mengapa studi banding RUU Kepramukaan dilakukan di Afrika Selatan, yang kegiatan kepanduannya dinilai tak sebaik Indonesia.
Wakil Ketua Komisi X Rully Chairul Azwar menjelaskan, studi banding ke Afrika Selatan penting karena negara itu salah satu pelopor berdirinya kepanduan. Komisi X ingin mengetahui model apa yang masih efektif digunakan dan model mana yang harus ditinggalkan. "Kalau hanya lihat dari situs, studi literatur, kita tidak bisa menggali lebih dalam mengenai apa yang menyebabkan kepanduan tidak berkembang di sana," kata Rully kemarin.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia juga menilai rencana DPR melakukan studi banding ke lima negara itu kontraproduktif. Mereka menuding DPR memanfaatkan celah dalam anggaran negara untuk kepentingan pribadi. "Studi banding tidak memiliki korelasi apa pun dengan kinerja DPR," ujar Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan PSHK Ronald Rofiandri.
Kritik juga datang dari Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Musthafa Kamal. Ia mengatakan anggota DPR seharusnya tidak pergi ke luar negeri sekadar untuk studi banding, tapi juga membawa misi lain, seperti diplomasi dan kerja sama internasional. "Kalau hanya untuk studi, belajar, bisa kirim staf atau pengamat saja," ujarnya.
Wakil Ketua DPR Anis Matta menilai studi banding dilakukan oleh anggota DPR karena belum adanya pusat hukum di dalam DPR. Padahal salah satu tugas DPR adalah membuat undang-undang. Studi banding ke luar negeri, kata dia, dilakukan karena banyak anggota DPR tak memiliki latar belakang di bidang hukum atau penyusunan undang-undang.
No comments:
Post a Comment