Saturday, May 22, 2010

Upacara Pemakaman Gesang Bernuansa Keroncong dan Militer

Pemakaman maestro keroncong Indonesia Gesang Martohartono di TPU Pracimaloyo, Kartasura, Sukoharjo, kemarin sore (21/5) berlangsung istimewa. Lagu Bengawan Solo mengiringi prosesi pemakaman

RIBUAN orang melepas kepergian Gesang ke peristirahatannya yang terakhir. Meski bukan anggota TNI, prosesi pemakaman almarhum yang wafat pada usia 92 tahun itu dilakukan secara militer. Upacara kemiliteran diberikan karena Gesang pernah menerima penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma yang setara dengan Bintang Gerilya dari pemerintah Indonesia.

Rumah duka di Jalan Bedoyo 5, Kelurahan Kemlayan, Kecamatan Laweyan, Solo, pun penuh sesak sejak pagi. Para pelayat memberikan penghormatan terakhir kepada pencipta lagu legendaris Bengawan Solo dan Jembatan Merah tersebut.

Sejumlah tokoh penting juga tampak. Di antaranya, Menko Kesra Agung Laksono; Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kojiro Shiojiri; Dirjen Nilai Budaya, Seni, dan Film Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan Tjetjep Superman; serta Wawali Solo F.X. Hadi Rudiyatmo. Puluhan karangan bunga duka cita juga menyesaki halaman rumah sang maestro yang tak begitu besar itu.

Gesang mengembuskan napas terakhir pada Kamis (20/5) pukul 18.07 di RS PKU Muhammadiyah, Solo, setelah dirawat sembilan hari karena beberapa penyakit kronis. Selain faktor usia yang memang sudah sepuh, Gesang mempunyai masalah pada prostat, jantung, serta paru-paru. Dia meninggal setelah mengalami sesak napas.

Setelah disemayamkan di rumah duka semalaman, pukul 09.00 kemarin, jenazah Gesang diberangkatkan ke Pendhapi Gede, Balai Kota Solo, agar masyarakat berkesempatan memberikan penghormatan terakhir. Peti jenazah diusung oleh enam anggota Hisbul Wathan (pandu Muhammadiyah, Red) saat dimasukkan ke ambulans.

Saat itulah, ribuan pelayat yang menyemut melepas sang maestro. Di antara mereka, terdapat sejumlah anak sekolah yang membawa alat musik dan foto Gesang di pinggir-pinggir jalan. Mereka menyanyikan lagu Bengawan Solo sambil berjalan di depan mobil jenazah. Rombongan anak itu mengantar jenazah Gesang hingga di perempatan Jalan Ngarsopuro. Tampak pula para pemusik Solo dengan gesekan biola mengiringi pelepasan sang maestro menuju balai kota.

Di balai kota, ganti nuansa militer yang terasa. Sepuluh prajurit TNI dari Korem 074/Warastratama Solo menyambut kedatangan peti jenazah Gesang. Mereka diikuti puluhan prajurit keraton, yakni prajurit Jogoprojo dan Jogotirto. Pihak keluarga kemudian menyerahkan jenazah kepada Wali Kota Solo Ir Joko Widodo. Bersama jajarannya, Joko kemudian menyalati jenazah.

Di tempat itu, tampak sejumlah seniman, penyanyi, serta tokoh masyarakat. Salah seorang di antaranya adalah Waljinah, kolega Gesang yang baru pulang dari RS Kasih Ibu Solo karena gangguan usus besar. Pelantun lagu Walang Kekek tersebut masih belum pulih benar. Dia belum kuat berdiri. Karena itu, saat melayat, Waljinah harus duduk di kursi roda. Beberapa saat penyanyi keroncong 65 tahun itu tertegun menatap foto Gesang yang dipampang di depan peti jenazah. Matanya berkaca-kaca.

Tampak pula pelawak senior Djudjuk Srimulat, penyanyi keroncong Sundari Sukoco, penyanyi Bondan Prakoso, dan artis film laga Murti Sari Dewi.

Setelah salat Jumat, Wali Kota Joko Widodo memimpin pelepasan jenazah menuju TPU Pracimaloyo. Dalam kesempatan itu, atas nama warga Solo, Joko menyatakan bahwa masyarakat Solo kehilangan sosok guru yang periang.

Gesang dimakamkan di salah satu kompleks pemakaman keluarga Martodihardjo. Di pemakaman tersebut sudah siap sebuah liang lahad selebar 220 x 70 cm dengan kedalaman sekitar dua meter. Kompleks pemakaman keluarga Martodihardjo berisi 13 makam. Semua merupakan keluarga Gesang, termasuk bapak dan ibunya, Saiin Martodiharjo dan Sangadah. Makam Gesang terletak di ujung barat dekat pintu masuk. Di sebelah timurnya, membujur makam Mbah Kebon, salah seorang kerabatnya.

Prosesi pemakaman Gesang dilakukan dengan upacara militer. Upacara militer dilakukan sebagai penghormatan kepada Gesang yang telah mendapatkan tanda kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma. ''Gelar tersebut diberikan kepada beliau sebagai seniman yang telah mengharumkan bangsa Indonesia. Sebenarnya, Pak Gesang layak dimakamkan di makam pahlawan. Namun, keluarga tidak mau,'' ungkap Dandim 0735 Surakarta Letkol Infantri Agus Subiyanto.

Pukul 14.30, jenazah Gesang tiba di Pracimaloyo. Tak lama kemudian, dilakukan upacara militer. Yang menjadi inspektur upacara adalah Danrem 074 Warastratama Kolonel Infantri Abdul Rahman Kadir. Komandan upacaranya adalah Danramil Jebres Kapten Agus Widodo.

Upacara diikuti beberapa pasukan TNI. Di antaranya dari Kopassus, Kostrad, Kodim Solo, dan Kodim Sukoharjo. Masing-masing satu peleton. Ditambah, satu regu salvo dari Kopassus yang beranggota sebelas personel yang berbaris tepat di samping makam Gesang.

Setelah azan dikumandangkan, jenazah sang maestro dimakamkan. Sebuah tembakan salvo mengiringi pemasukan jenazah Gesang ke liang lahad.

Proses Gelar Pahlawan Gesang

Sementara itu, pemerintah langsung memproses pemberian gelar pahlawan nasional kepada maestro keroncong Gesang Martohartono. Gelar tersebut layak disematkan mengingat peran dan jasa besar Gesang yang telah mengharumkan nama bangsa di mata dunia lewat karya-karyanya sejak zaman perjuangan.

Menko Kesra Agung Laksono menyatakan, pemerintah telah menerima masukan dari Pemkot Solo mengenai pemberian gelar pahlawan nasional untuk Gesang. ''Kami berkomitmen untuk mengakomodasi usul tersebut,'' katanya setelah melayat Gesang di Solo.

Mantan ketua DPR itu mendukung penuh pemberian gelar pahlawan bagi Gesang untuk memenuhi amanat publik agar musik keroncong dilestarikan. Pemberian gelar tersebut diberikan atas dedikasi Gesang terhadap musik keroncong yang sangat besar.

Agung menceritakan, saat dirinya mengunjungi Jepang, lagu Bengawan Solo diperdengarkan di pusat-pusat perekonomian dan kebudayaan Jepang. ''Bahkan, saya mendengar Kaisar Jepang (Akihito, Red) telah memberikan gelar pahlawan seni kepada Gesang jauh hari sebelum dia sakit,'' terangnya.

Di tempat terpisah, Duta Besar Jepang untuk Indonesia di Jakarta Kojiro Shiojiri mengungkapkan, nama Gesang dengan lagu ciptaannya, Bengawan Solo, sudah menyatu dengan masyarakat Jepang. Dubes Jepang yang kemarin ikut mengantar Gesang ke peristirahatan terakhir itu menyatakan, masyarakat Jepang merasa kehilangan seorang seniman besar asal Solo tersebut. ''Mewakili pemerintah Jepang, saya mengucapkan belasungkawa,'' katanya.

Jepang merupakan salah satu negara yang sering didatangi Gesang. Respons pencinta musik di negeri tersebut terhadap karya Gesang cukup besar. Selain di Jepang, lagu-lagu keroncong karya Gesang dikenal pencinta musik di Belanda. Banyak lagu ciptaan Gesang yang diterjemahkan ke bahasa asing. Salah satunya, lagu Bengawan Solo yang telah diterjemahkan ke dalam 13 bahasa asing. Di antaranya, Inggris, Belanda, dan Jepang.

Gesang yang lahir pada 1917 itu merupakan musikus otodidak dan mencari nafkah dengan menulis lagu serta menyanyi di sejumlah acara, termasuk pesta perkawinan. Pada masa pendudukan Belanda, 1940, Gesang yang kala itu berusia 23 tahun menciptakan lagu berirama keroncong dengan menggunakan seruling.

Komitmennya yang tinggi terhadap dunia seni membuat dirinya diganjar penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma dari pemerintah pada 2002. Dia juga mendapatkan penghargaan Anugerah Bintang Kehormatan dari Kaisar Jepang Akihito pada 1992. (im/rdo/by/nan/zul/c5/ari)

No comments: