JAKARTA - Pemerintah terus berupaya mencari negara alternatif tujuan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang selama ini terpusat di Malaysia. Salah satu yang masuk dalam daftar teratas adalah Australia.
Saat ini kesempatan kerja bagi TKI, khususnya sektor informal di Canberra maupun di Melbourne, cukup terbuka.
''Peluang itu untuk bidang konstruksi, perawat, pertanian, peternakan, dan hospitality seperti SPA therapy, pramuniaga hotel, rumah sakit, dan sejenis,'' ujar Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Muhammad Jumhur Hidayat ketika dihubungi dari Jakarta kemarin.
Pekan ini Jumhur didampingi Duta Besar Indonesia di Canberra Primo Aluio Joelianto dan Konjen RI di Melbourne Budiarman Bahar merangkai sejumlah pertemuan dengan pejabat teknis sektor pekerja migran di Negeri Kanguru itu. Hasilnya, sejumlah agency penempatan tenaga kerja setempat pun mulai membuka pintu kerja sama.
Antara lain, TSS Staffing Solutions, Cattle Council of Australia, Work in Australia, serta pihak Australian Immigration Services. Jumhur berharap penempatan TKI semi skill maupun skill harus terus ditingkatkan di Australia. Targetnya adalah jumlah pekerja yang dapat menyamai tenaga kerja Vietnam di Australia yang jumlahnya lima persen dari total immigrant worker, yakni sekitar 25 ribu pekerja.
Menurut data Australian Immigration Services, kata dia, saat ini terdapat 500 ribu buruh migran di Australia. ''Dari jumlah itu yang menggunakan visa 457 ribu,'' ujarnya.Jumhur meminta pihak agency di Melbourne bekerja sama dengan PPTKIS (Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta) di Indonesia.
Kerja sama itu dengan melakukan program pelatihan bersama agar kompetensi TKI bisa memenuhi standar pengguna jasa di Australia. Menurut data BNP2TKI, saat ini terdapat sekitar 20 ribu WNI di Australia.
''Diasumsikan jumlah TKI 12-15 ribu karena tak sedikit juga pelajar yang berprofesi sebagai pekerja migran dan itu membuat pendataan sedikit rumit,'' terangnya.Sementara itu, Malaysia dikabarkan siap melakukan pertemuan dengan Indonesia akhir Juli 2009 untuk merevisi nota kesepahaman 2006 tentang pengiriman pembantu rumah tangga (PRT).
Hal itu disampaikan Menteri Sumber Manusia Malaysia S. Subramaniam dalam surat resmi kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Erman Soeparno.Dia mengatakan, empat agenda pembicaraan adalah libur satu hari per minggu, perlindungan asuransi, kontrak kerja, dan penetapan gaji minimal PRT per bulan. Rencananya pertemuan dilakukan pada akhir Juli.
Pertemuan itu dilakukan terkait langkah pemerintah Indonesia menghentikan sementara pengiriman PRT (pembantu rumah tangga) ke Malaysia hingga ada revisi MOU Indonesia-Malaysia yang ditandatangani 2006.
Penghentian itu dilakukan setelah ada beberapa pembantu Indonesia mengalami siksaan. Erman mengatakan, pihaknya telah meminta pertemuan bersama (joint committee) Indonesia-Malaysia dipercepat pada pertengahan Juli 2009. Dia memperkirakan perundingan berjalan dua minggu serta dicapai nota kesepahaman baru.
''Sehingga 1 Agustus 2009 diharapkan kebijakan penghentian pengiriman PRT bisa dicabut,'' ujarnya. Namun, kata dia, Malaysia belum siap dan baru bersedia akhir Juli 2009.Indonesia, kata dia, menginginkan revisi nota kesepahaman TKI, yakni libur satu hari untuk pembantu, perlindungan asuransi, gaji minimum dan kenaikan gaji berkala, dan adanya kontrak kerja antara majikan dan PRT.
Pemerintah juga menuntut tidak ada diskriminasi gaji di antara sesama PRT. Jika PRT dari negara lain digaji seribu (Rp 2,85 juta), gaji pembantu Indonesia juga sama. ''Kami bisa tolerir jika perbedaan gaji berdasarkan sektor pekerjaan,'' kata Erman. (zul/iro ) Jawapos.
No comments:
Post a Comment