Saturday, July 4, 2009

Warga Delapan Desa di Gresik Tuntut Pelindo Perbaiki Jalan

GRESIK- Ratusan warga delapan desa di Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik, Jawa Timur (Jatim), menuntut PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Cabang Gresik dan PT Gresik Jasa Tama segera memperbaiki kerusakan Jalan.

Jika tidak segera diperbaiki, warga mengancam menutup akses jalan pengangkut batu bara awal Agustus 2009, demikian isi surat pengaduan yang telah diterima anggota Komisi D DPRD Kabupaten Gresik, Thohirin.

Thohirin di Gresik, Sabtu (4/7), mengatakan, pihaknya akan memanggil Pelindo III dan PT Gresik Jasa Tama selaku pengelola, pekan mendatang, untuk memberikan klarifikasi terkait kerusakan jalan tersebut.

Ia menjelaskan, warga menuntut dua perusahaan itu terkait dengan kondisi Jalan Martadinata rusak parah lantaran sering dilewati truk-truk pengangkut batu bara yang diduga melebihi tonase.

Jalan Martadinata adalah akses utama truk yang keluar-masuk area pelabuhan bongkar muat batu bara, dimulai dari gapura masuk Pelabuhan Gresik hingga Jalan Gubernur Suryo, yang jaraknya sekitar 2 km.

Warga di delapan desa yang mengadukan masalah itu ke DPRD setempat, antara lain berasal dari Desa Kebungson, Tlogopojok, Lumpur, Kroman, Kemuteran, Pekelingan, Bedilan, dan Pulopancikan.

Menyinggung kelebihan muatan, Thohirin mengatakan, tidak adanya batasan tonase truk pengangkut batu bara itu menyebabkan jalan tidak tahan lama, alias cepat rusak.

“Mestinya tonase truk pengangkut batu bara yang melalui Jalan Martadinata maksimal 24 ton, tetapi banyak truk yang mengabaikannya. Bahkan, tonasenya mencapai 33 ton,” katanya.

Tak pelak, Jalan Martadinata di sana-sini terlihat lubang. Bahkan, kedalaman lubang ada yang mencapai 50 centimeter. “Tak heran jika kerap sekali terjadi kecelakaan di kawasan tersebut,” kata Thohirin.

Di lain pihak, dengan lalu lalangnya truk pengangkut batu bara itu mengakibatkan polusi debu sehingga mengganggu kenyamanan dan kesehatan warga sekitar.

Ia mengutarakan, debu batu bara partikelnya sangat halus sehingga tidak terasa saat dihirup. “Saking halusnya, jika batu bara tersebut diterpa angin hanya dengan kecepatan 0,4 knot saja debu-debu tersebut sudah melayang hingga jarak 1 km,” ujarnya.

Ironisnya, tambah Thohirin, selama satu tahun ini jalan yang rusak tersebut terkesan dibiarkan.
Sebelumnya, kata dia, Pelindo dan Jasa Tama pernah berjanji kepada warga sekitar area pelabuhan bongkar muat batu bara yang kebanyakan adalah nelayan untuk melakukan pengerukan jalur perahu dari laut menuju dermaga sandaran.


“Selama lima tahun ini, baru sekali Pelindo dan Jasa Tama mengeruk akses tersebut. Padahal mereka berjanji bakal mengeruknya setiap dua tahun sekali,” katanya.

Thohirin juga mengatakan, tidak hanya perbaikan akses jalan saja yang diabaikan oleh Pelindo dan Jasatama, tetapi kompensasi-kompensasi yang telah dinjanjikannya pun tidak pernah ditepati.

Berdasarkan kesepakatan dengan warga setempat, setiap 1 ton batu bara yang diangkut, dua perusahaan itu memberi donasi sebesar Rp 500,00. “Jadi, jika dikakulasi sekitar Rp 600 juta per tahun,” kata Thohirin.

Kendati demikian, lanjutnya, warga hanya minta 50 persen, atau Rp 300 juta dari sumbangan per tahunnya untuk kompensasi kesehatan akibat polusi debu.

Selama ini, Pelindo dan Jasa Tama hanya memberikan kompensasi 200 paket berupa beras 5 kg kepada masing-masing desa setiap tahunnya. Kompensasi ini pun baru diterima warga, setelah mereka melakukan aksi unjuk rasa.

Menurut Thohirin, jumlah paket yang diberikan dua perusahaan itu tidak sebanding dengan jumlah warga. “Jumlah penerima bantuan langsung tunai (BLT) tiap desa saja tercatat 325 kepala keluarga (KK),” paparnya. ant

No comments: