Monday, July 27, 2009

Kabinet Harus Profesional

JAKARTA, — Kabinet lima tahun ke depan harus ramping dan dibentuk berdasarkan pertimbangan profesional dan sedikit mungkin memakai pertimbangan penjatahan dari partai politik pendukung.

Selain besarnya tantangan yang dihadapi, kebijakan ini juga dibutuhkan untuk memperkuat sistem presidensial.

Demikian disampaikan J Kristiadi dari Centre for Strategic and International Studies; Syamsuddin Haris, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia; dan Airlangga Pribadi Kusman, pengajar politik di Universitas Airlangga, pada Sabtu (25/7).

Pendapat juga disampaikan ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance, Fadhil Hasan; Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi; dan sejumlah pengamat ekonomi lainnya, Minggu.

Kalangan ekonom mengingatkan, tantangan berat dalam perekonomian global lima tahun mendatang membuat penempatan orang-orang profesional dalam tim ekonomi kabinet 2009-2014 yang akan kembali dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono menjadi amat penting. Ancaman krisis membuat kebijakan ekonomi tak bisa ditentukan dengan banyak berdasarkan pada pertimbangan politis dan populis.

Menurut Kristiadi, setidaknya ada tiga tantangan besar yang dihadapi pemerintah ke depan. Pertama, di bidang ekonomi, selain menjaga momentum pertumbuhan dan mengatasi dampak krisis global, juga menciptakan pasar yang lebih adil dan bersahabat untuk rakyat.

Tantangan kedua, membangun pemerintahan yang lebih bersih, terutama dengan mencegah munculnya regulasi yang dibuat untuk keinginan kelompok tertentu. ”Ketiga, memperkuat sistem pertahanan negara, antara lain dengan memperbaiki alutsista (alat utama sistem persenjataan),” ujar Kristiadi.

Ketiga tantangan itu, kata Kristiadi, hanya dapat dijawab jika pemerintahan diisi orangorang profesional, terutama untuk ketiga bidang tersebut.

Menurut Syamsuddin, kabinet yang diisi kaum profesional akan membuat pemerintahan lebih fokus dan meningkatkan kinerjanya. ”Kabinet yang dibentuk dengan lebih didasarkan pada pertimbangan memberikan jatah kepada partai pendukung, kemungkinan munculnya konflik antara kepentingan partai dan negara akan lebih besar.

Hal itu akan menjadi sumber ketidakefektifan, di samping adanya kemungkinan menteri yang dipilih mungkin kurang memiliki cukup kapasitas,” katanya.Airlangga menambahkan, Yudhoyono seharusnya tidak disandera oleh partai koalisinya dalam membentuk kabinet.

Sebab, dia dan partainya, yaitu Demokrat, memenangi Pemilu 2009 dengan suara cukup signifikan. ”Ini menunjukkan bahwa rakyat cukup percaya kepada pribadi Yudhoyono dan partainya,” katanya.

Tim ekonomi kabinet

Fadhil Hasan dan Sofjan Wanandi berpendapat, akomodasi ”titipan” partai politik memang tak bisa sepenuhnya terhindarkan dalam penyusunan anggota kabinet yang dipimpin Yudhoyono lima tahun mendatang.

Posisi menteri keuangan, menteri energi dan sumber daya mineral, menteri negara badan usaha milik negara, menteri perindustrian, menteri perdagangan, serta menteri pertanian dipandang akan paling menentukan membawa perekonomian Indonesia melalui krisis global yang saat ini terjadi.”Banyak kebijakan yang bersifat trade-off dan mungkin tidak populis yang harus diambil pada sektor-sektor ekonomi itu,” ujar Fadhil.

Ia mencontohkan, di sektor energi, pemerintah antara lain akan dituntut menyikapi perkembangan harga minyak dunia yang sulit diprediksi.Sektor energi juga penyumbang sekitar sepertiga pendapatan negara.

”Selain devisa terbesar, subsidi terbesar juga diberikan pada sektor energi,” kata Sofjan.Pengalaman di negeri ini telah menunjukkan sektor energi kerap menjadi ”lahan basah” untuk menyuburkan kepentingan politik.

Padahal, begitu besar hajat hidup rakyat ditentukan di sana.Sementara itu, posisi menteri keuangan tentu tak diragukan berada di garda terdepan pengelolaan keuangan negara.Di sektor industri, prioritas pengembangan subsektor-subsektor tertentu amat mungkin dipandang sebagai ”biaya” bagi subsektor-subsektor lain.

Prioritas mesti diambil walaupun semua pihak tentu meminta diprioritaskan atau difasilitasi pemerintah.”Banyak sekali vested interest di situ. Jadi, keputusan-keputusan yang diambil benar-benar mesti didasari perhitungan teknokratis dan ekonomi, bukan karena memasukkan kepentingan politik atau populis,” ujar Fadhil.

Menurut Sofjan, keputusan mengenai susunan tim ekonomi kabinet amat dinantikan dunia usaha. ”Presiden tidak perlu menempatkan wakil dari kalangan usaha dalam kabinet. Yang paling penting adalah menempatkan orang profesional yang memahami dunia usaha. Harus ada yang punya kapasitas untuk melakukan terobosan dalam eksekusi kebijakan,” ujar Sofjan.

Pakar ilmu ekonomi Institut Pertanian Bogor, Hermanto Siregar; guru besar sosial ekonomi industri pertanian Universitas Gadjah Mada, M Maksum, dan Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia Anton J Supit memandang perlunya menteri pertanian dalam kabinet mendatang bukan dari kalangan partai politik, tetapi kalangan profesional.

Menurut Hermanto, pertanian merupakan sektor yang sangat strategis. Jumlah pelaku usaha di sektor ini mencapai 25 juta rumah tangga.Melihat nilai strategisnya dari aspek politik, akan jauh lebih menguntungkan bagi bangsa Indonesia apabila departemen pertanian dipegang seorang profesional, dengan harapan agar politisasi kebijakan di sektor ini tidak sampai terjadi.

”Jika dipegang orang parpol, ada kecenderungan untuk melakukan politisasi kebijakan dengan menggunakan kekuasaan agar kepentingan parpol pengusung masuk. Pada Pemilu 2014 juga akan banyak program pertanian yang dipolitisasi guna mengejar jumlah pemilih parpol pendukung,” papar Hermanto.

Anton J Supit menegaskan betapa penting sektor pertanian karena sektor ini menyerap 42 persen dari total angkatan kerja nasional. ”Rasanya terlalu mahal mempertaruhkan atau mengorbankan bangsa dengan alasan sekadar memberikan 'mainan' pada partai politik,” ujarnya.komps. (FAJ/DOT/GUN/RYO/ MAS/DAY/NWO)

No comments: