Thursday, December 24, 2009

Wawancara Sekjen DPP PKB Lukman Eddy

Perlu Rekonsiliasi dengan Gus Dur dan PKNU

Suhu internal PKB kembali menghangat. Wacana rekonsiliasi yang diembuskan kubu Gus Dur disambut tidak kompak oleh pengurus PKB. Sekjen DPP PKB Lukman Eddy termasuk yang disebut-sebut memilih sikap berbeda dari ketua umumnya, Muhaimin Iskandar, terkait hal tersebut. Lantas, bagaimana sebenarnya pandangan mantan menteri PDT itu?

---

Apakah Anda setuju bila PKB melakukan rekonsiliasi?

Rekonsiliasi itu merupakan sebuah keniscayaan yang sudah menjadi bahan pemikiran sekaligus arus besar di berbagai lapisan. Apalagi, tantangan PKB pada Pemilu 2014 nanti pasti lebih besar daripada sebelumnya. Misalnya, ada dorongan memperbesar PT (parliamentary threshold) dari 2,5 persen menjadi 5 persen. PKB yang pada pemilu lalu hanya meraih 5 persen tentu harus mengantisipasi.

Jadi?

Tidak ada kata lain, kecuali harus menerima berbagai potensi yang berserakan di luar. Kalau masih bersikap kerdil dan egosentris, kemampuan memperbesar partai pun tidak bisa sebesar yang diimpikan para pendiri PKB.

Dengan siapa saja rekonsiliasi itu perlu dilakukan?

Dengan Gus Dur sudah jelas. Elemen lain seperti PKNU juga harus dilibatkan. Bayangan saya ke depan, kebesaran PKB harus mampu meraih kembali situasi kultural dan psikoligis ketika PKB baru terbentuk. Ini merupakan PR bersama bagi kader-kader dan pengurus PKB sekarang.

Lantas, bagaimana formatnya?

Sampai saat ini belum ada format yang final. Minggu-minggu ke depan, saya kira mulai tergambar tentang format tersebut. Ya kita tunggu saja, biar berjalan secara natural. Namun, intinya, yang namanya rekonsiliasi atau islah dalam khazanah NU jelas akan dimulai dengan rekonsiliasi secara kultural, baru kemudian diformat secara struktural.

Rekornas dewan syura beberapa waktu lalu sudah bicara rekonsiliasi?

Iya. Hasil lengkapnya ada tiga poin. Tanpa menambah atau mengurangi, yaitu optimalisasi kedudukan, tugas, dan kewenangan dewan syura di seluruh tingkat. Misalnya, pelibatan syura dalam menandatangani peraturan partai, surat peringatan (SP), surat keputusan (SK) struktur kepengurusan, SK calon pilkada, serta berbagai keputusan penting lainnya.

Selanjutnya, rekonsiliasi (islah) secara menyeluruh dengan berbagai komponen dan stakeholder. Terakhir, memikirkan berbagai langkah terobosan untuk memperbaiki serta menata ulang struktur kepengurusan partai di berbagai tingkat. Misalnya, musranting, musancab, muscab, muswil, dan muktamar.

Saat rakornas dewan syura, dewan tanfidz juga membuat acara silaturahmi nasional (silatnas). Apa betul acara itu merupakan reaksi terhadap agenda (dewan) syura?

Saya tidak tahu persis. Saya sebagai Sekjen mendapat perintah langsung dari ketua dewan syura untuk mempersiapkan rapat konsultasi di Hotel Bintang. Karena sibuk menyiapkan agenda dewan syura yang diminta sejak jauh hari itulah, kami tidak sempat menghadiri acara (Dewan Tanfidz) di Crown.

Selain agenda di Crown itu sangat mendadak, kami sulit membagi waktu untuk menghadiri dua acara tersebut, sehingga acara di Crown itu disiapkan oleh teman-teman DPP yang lain. Tapi, setahu saya, pertemuan di Crown lebih bersifat silaturahmi semata. Tidak menghasilkan keputusan mengikat. Temanya juga silatnas, hasilnya ya silaturahmi, bukan permusyawaratan, sehingga tidak harus mengeluarkan keputusan.

Apakah dua acara berbeda pada waktu bersamaan itu menjadi indikasi kuat munculnya konflik baru di PKB?

Menurut saya bukan. Justru, substansi keputusan dewan syura itu merupakan upaya paripurna untuk menuntaskan sisa-sisa konflik yang selama ini ada. Sebab, harus diakui, sisanya belum terselesaikan secara tuntas hingga saat ini. (dyn/tof)

No comments: