Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi juga meminta nahdliyin menahan diri dan menghindari bentrokan fisik sebagai aksi balasan terhadap massa Front Pembela Islam (FPI). Dia menegaskan, bentrokan yang terjadi antara massa FPI dengan peserta longmarch Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) bisa diselesaikan tanpa tindakan kekerasan. ”NU jangan diumpankan untuk bentrok-bentrok fisik.
Masalah yang berkaitan dengan Monas akan diselesaikan sendiri oleh PBNU tanpa melibatkan bentrok fisik,” tegas Hasyim dalam siaran persnya di Jakarta kemarin. Karena itu, dia mengajak agar warga NU se-Indonesia tetap tenang dan tetap pada pos dan kediaman masing masing. Selainitu,semuapihak diminta tidak melakukan provokasi agar masalah yang tengahdihadapitersebuttidak berlarut-larut.
Dia mengancam akan memberikan sanksi kepada siapa pun yang melakukan provokasi,bukan kepada yang terprovokasi. Di lain sisi, Hasyim mengkritik pemerintah karena dinilai sampai hari ini lebih banyak berwacana dari pada melakukan tindakan preventif dan represif.Preventif dalam arti mencegah agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dan represif agar bisa menekan mereka yang bertentangan dengan hukum negara.
”Ini tidak boleh terjadi dan harus dicegah. Bentrok fisik sangat merugikan. Kita ingin menyelesaikan masalah Monas, bukan memperluas masalah itu,” tandasnya. Ketua PBNU KH Masdar Farid Mas’udi menambahkan, pemerintah harus memenuhi kewajiban konstitusinya melindungi hak warga negara,termasuk hak keamanan dan kebebasan berpendapat.
”Keengganan atau kelambanan pemerintah mencegah kekerasan dan tindakan hukum atas kekerasan hanya akan melahirkan spiral kekerasan yang akan menghancurkan tatanan bernegara,” tegasnya. Sementara Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia (FKPI) yang terdiri atas PMII, GMNI, IPNU, PMKRI, dan Hikmahbudhi menuding insiden Monas merupakan gerakan untuk mengalihkan isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) karena menuai penolakan luas dari elemen masyarakat. Karena itu, lima organisasi kemahasiswaan ini tetap menyerukan aksi penolakan harga BBM.
”Patut diduga bahwa insiden tersebut adalah skenario pemerintah mengalihkan perhatian masyarakat dari kenaikan harga BBM,” ungkap juru bicara FKPI yang juga Sekjen PB PMII Zaini Shofari kepada SINDO di Jakarta kemarin. Di tempat terpisah, pihak Istana membantah insiden di Monas tersebut sebagai pengalihan isu kenaikan harga BBM. ”Yang melakukan kekerasan kan bukan pemerintah.
Pemerintah justru merespons, sebab tanggung jawab pemerintah ialah melindungi warga negara untuk jalankan hak-hak konstitusionalnya dan pemerintah wajib ciptakan rasa aman,” ujar Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng di Gedung Bina Graha Jakarta. Menurut Andi, sudah merupakan tugas negara melakukan penegakan hukum, mengingat Indonesia adalah negara hukum.
”Yang perlu ditanya adalah para pelaku kekerasan,mengapa melakukan kekerasan. Itu tidak bisa,”tegasnya. Di sisi lain, pemerintah justru dinilai terlalu berlebihan menyikapi bentrokan FPI dengan AKKBB. Selain itu, bentrokan tersebut diduga akibat ketidaktegasan pemerintah menyelesaikan kasus Ahmadiyah.”Pemerintah harus proporsional, adil, dan tidak memihak dalam menyikapi masalah Ahmadiyah,” ungkap Sekretaris Jenderal DPP Partai Bulan Bintang (PBB) Sahar L Hassan di Depok kemarin.
Hal senada diungkapkan anggota Fraksi Partai Golkar DPR Agun Gunanjar Sudarsa. Dia menilai bentrokan Monas dipicu sikap tidak tegas pemerintah dalam memutuskan masalah Ahmadiyah. ”Tidak ada hubungannya mencederai keragaman dengan bentrokan di Monas,jangan masalah dibelokkan tidak jelas,” tegasnya.
Sementara itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Adang Firman mengultimatum pelaku insiden Monas dari FPI segera menyerahkan diri. Jika tidak pihaknya akan bertindak tegas. ”Pelakunya lebih dari 10 orang, dan identitasnya sudah diketahui,” kata Kapolda tadi malam. (dian widiyanarko/sazili mustofa/maya sofia)
No comments:
Post a Comment