Wednesday, June 11, 2008


Usul hak angket BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) sebagai lanjutan interpelasi BLBI berakhir antiklimaks. Fraksi-fraksi besar di parlemen yang semula ngotot kemarin justru menolak ikut menyetujui hak konstitusional dewan untuk melakukan investigasi itu.
Melalui lobi yang alot, hanya disepakati untuk membentuk tim pengawas. ''Tim pengawas ini punya agenda khusus untuk mengawasi penuntasan kasus BLBI,'' kata Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar ketika memimpin Sidang Paripurna DPR kemarin (10/6).
Secara umum, posisi dan status tim pengawas BLBI itu mirip dengan format tim pengawas lumpur Lapindo yang dibentuk beberapa waktu lalu.Dalam pernyataan sikap resmi terkait hak angket BLBI, ada empat fraksi yang jelas-jelas menyatakan tidak mendukung.
Mereka adalah Fraksi Partai Golkar (FPG), Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP), Fraksi Partai Demokrat (FPD), dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS). Keempat fraksi itu hanya meminta Komisi III dan XI DPR terus memantau penuntasan kasus BLBI dan pengembalian kerugian uang negara.
Penolakan oleh FPG, FPDIP, dan FPD sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. FPG dan FPD merupakan koalisi pendukung pemerintah. Sementara itu, FPDIP berkepentingan untuk menghindari dikaitkannya persoalan BLBI dengan keluarnya sejumlah SKL (Surat Keterangan Lunas) obligor BLBI pada zaman Megawati.
Sikap FPKS mungkin yang tergolong mengejutkan. Anggota FPKS Andi Rahmat, misalnya, adalah sosok utama penggagas interpelasi BLBI. Bahkan, tokoh senior FPKS Soeripto termasuk penanda tangan awal hak angket.
Sempat juga ada kesan kuat, FPKS tidak puas dengan jawaban presiden atas interpelasi BLBI.Apa alasan FPKS berbalik arah? ''Kami tidak menemukan muatan materi pertanyaan dalam hak angket yang berbeda dari interpelasi sebelumnya,'' elak Andi Rahmat.
Menurut dia, DPR seharusnya memfokuskan diri terhadap para obligor yang tidak kooperatif. Selain itu, sebagian besar argumentasi yang digunakan tidak bisa dijadikan alasan penggunaan hak angket.
''Misalnya, mencampuradukkan kebijakan antarrezim pemerintahan yang berbeda dengan politik anggaran nasional atau APBN yang setiap tahun disahkan DPR beserta peristiwa hukum yang terjadi di Kejaksaan Agung,'' bebernya.Pada prinsipnya, lanjut Andi, penuntasan kasus BLBI tidak berdiri sendiri.
Namun, itu suatu rangkaian kebijakan mulai era Presiden Habibie hingga Megawati. ''Termasuk kebijakan SBY yang juga diawasi penuh oleh DPR,'' tegasnya.Sementara itu, FKB, FPAN, FPPP, FBPD, FPBR, dan FPDS yang awalnya mendorong lolosnya hak angket terpaksa mengalah di forum lobi.
''Kalau tetap voting, pasti kalah dan isunya bisa hilang. Makanya, kami terpaksa ikut bergerak mendukung gagasan pembentukan tim pengawas yang ditawarkan FPG,'' jelas anggota FPAN Dradjad Hari Wibowo.
Meski begitu, jelas dia, FPAN tetap mengajukan minderheit nota (catatan keberatan) atas kandasnya hak angket. ''Intinya, FPAN menilai, pansus hak angket masih menjadi alat kelengkapan yang terbaik untuk mendorong percepatan penuntasan BLBI,'' ujarnya.
Menurut Dradjad, pemerintahan SBY-Kalla cenderung menekankan penyelesaian BLBI di luar mekanisme pengadilan. Akibatnya, banyak uang negara yang tidak bisa kembali secara utuh. Padahal, target utamanya justru mengembalikan dana BLBI yang diselewengkan ke kas negara.
''Realitas ini jelas-jelas mencederai rasa keadilan masyarakat dan menjadi sejarah kelam kebijakan ekonomi, politik, dan hukum di negeri ini. Kerugian negara dianggap sepele dan hukum diinjak-injak,'' katanya.
Lebih ironis lagi, imbuh Dradjad, generasi mendatang masih menanggung kerugian USD 70 miliar akibat penyelewengan dana BLBI tersebut.Seiring dengan kandasnya hak angket, pengajuan hak interpelasi kenaikan harga bahan pokok justru lolos.
Persetujuan aklamasi interpelasi bahan pokok itu diambil bersamaan dengan lobi hak angket BLBI. Bahkan, belum ada penyampaian pandangan resmi fraksi-fraksi yang lazim dilakukan sebelum pengambilan keputusan.Bahkan, kubu Demokrat dan Partai Golkar ikut menerima interpelasi bahan pokok tanpa syarat.
Berkembang kabar bahwa kedua fraksi itu sengaja ikut mendukung sebagai penawar luka kandasnya hak angket. Benarkah begitu ?
''Kami hanya mencoba menghargai kelompok mayoritas yang sudah mendukung interpelasi. Sebagai minoritas, kami menghargai itu,'' kilah Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan. (pri/cak/mk)

No comments: