Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil bermufakat untuk menertibkan pejabat negara yang merangkap jadi komisaris BUMN.
KPK berpendapat, rangkap jabatan berarti juga rangkap gaji yang memboroskang keuangan negara.
"Kami akan tertibkan pejabat di departemen dan instansi pemerintah yang menjabat juga sebagai komisaris. Jangan sampai terjadi conflict of interest dengan jabatannya," kata Wakil Ketua KPK bidang Pencegahan, M Jasin di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/6).
Menurut dia, banyak pejabat eselon I, II dan III di departemen atau instansi pemerintah menjabat sebagai komisaris di BUMN. Diduga cara itu untuk mengerek penghasilan mereka karena gaji dan tunjangan sebagai komisaris BUMN umumnya jauh lebih lebih besar.
"Ada satu pejabat yang merangkap jabatan komisaris dua hingga empat BUMN. Kalau satu jabatan komisaris saja gajinya Rp 25 juta, total gajinya bisa Rp 100 juta. Jika ditambah tunjangan sekitar Rp 46 juta, sebulan dia bisa terima Rp 146 juta," kata Jasin.
KPK juga sudah menginformasikan usulan tersebut kepada Menteri Keuangan. "Kami usulkan single salary sehingga tidak melirik ke kanan dan ke kiri lagi," imbuh Jasin.
Sayangnya, Jasin tidak menjelaskan apakah usulan itu nanti juga akan diberlakukan di daerah. Sebab, jamak diketahui, banyak sekali pejabat daerah yang merangkap jabatan di BUMD-BUMD dan nyaris tanpa kontrol.
Sementara, Sofyan Djalil didampingi Sekretaris Meneg BUMN Said Didu, seusai pertemuan dengan KPK tidak menyampaikan usulan KPK soal pembatasan rangkap jabatan. Ia seolah berusaha menutupi fenomena jamak soal banyaknya pejabat negara yang rangkap jabatan di BUMN.
Sofyan justru mengatakan, kedatangannya untuk berkonsultasi dengan KPK tentang ketakutan berlebihan di BUMN dalam membuat keputusan karena takut
No comments:
Post a Comment