BLITAR- Nasib dua tenaga kerja wanita (TKW) asal Kabupaten Blitar telantar di Johor Bahru, Malaysia. Arina Nur Fina Hari dan Rita Kurnia Sari, alumnus SMK PGRI 3 Kota Blitar,u bahkan terlilit utang kepada perusahaan yang memberangkatkannya. Kemarin (21/5), kedua orang tuanya melabrak oknum guru SMK PGRI 3 yang dulu menawari pekerjaan ke luar negeri tersebut.
Mereka didampingi ketua Aliansi Buruh Migran (ABM) Ja’far Shodiq, untuk menemui Sy, guru tersebut. Sebab, Arina dan Rita mengabari kalau gaji yang diterima tidak sesuai perjanjian. Gajinya yang diterima hanya harian. Padahal, saat perjanjian dulu dilakukan secara bulanan.
Selain itu, mereka tidak mendapat hak asuransi, bahkan gajinya dipotong selama sepuluh kali. Dua tahun di Malaysia keduanya tidak bisa pulang karena punya tunggakan utang ke PT. "Saya hanya ingin meminta kejelasan, mengapa kok bisa jadi begini.
Janjinya tidak sesuai dengan kenyataan yang diterima anak saya," kata Mohammad Tarom, ayah Arina Nur kepada Ratu kemarin.Saat berada di SMK PGRI itu mereka tidak bisa berjumpa Sy. Sekolah tersebut sepi. Mohammad Tarom melalui Jaffar mengatakan, Arina dan Rita pergi ke Malaysia pada 2006 silam tidak sendirian.
Tapi, bersama dengan delapan temannya yang juga alumnus SMK PGRI. Saat itu, Sy menawari siswanya bekerja di Malaysia, tepatnya di perusahaan elektronika. Bagi yang lolos, mendapat gaji 700 ringgit Malaysia atau Rp 1,96 juta per bulan. Sy adalah perantara PT Assalam Karya Manunggal yang berdomisili di kompleks Perum Juanda Harapan Permai Blok J No 12 A Sidoarjo, Jawa Timur.
Dia mendatangi rumah-rumah sepuluh TKW tersebut, termasuk Arina di Desa Jeding dan Rita Kurnia Sari di Desa Sumber, keduanya Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar. Sebelum berangkat dikenakan biaya Rp 2,5 juta untuk keperluan tertentu,kata Jaffar.
Ternyata sampai di Malaysia, mereka mengabari tidak sesuai dengan harapan. Mereka bekerja di Syarikat MTP Abdul Kadir SDN.BHD Elektronik Plot 26 D Jalan DPB4 Kawasan Zon Perindustrian Bebas 81560 Gelang Patah Johor Bahru, Malaysia. Sistem kerjanya tidak kontrak melainkan harian. Selain itu tidak mendapatkan asuransi atau jaminan kesehatan. Mereka bekerja sehari mendapat gaji 30 ringgit.
Namun, jika tidak dimasuk gajinya dipotong. "Ini kan tidak sesuai dengan janji sebelumnya. Katanya gajinya secara bulanan," timpal Tarom, ayah Arina. Tak hanya itu, para TKW selama ini masih memiliki utang kepada PT sebesar 2 ribu ringgit dan harus mengembalikan dengan cara diangsur selama sepuluh kali.
Mereka tidak bisa pulang ke kampung. Jangankan untuk biaya pulang, untuk makan saja tidak bisa. Karena masih memiliki utang ke PT,tambahnya lagi.Atas perlakuan itu, para orang tua meminta kepada oknum guru bertanggung jawab atas nasib yang menimpa bekas anak didiknya itu. Kami ingin anak saya pulang itu saja, pintanya.
Jaffar menambahkan, sesuai dengan undang-undang yang berlaku bagi orang yang menelantarkan TKI bisa dijerat hukum. Pasal 103 Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang perlindungan TKI di luar negeri bisa dipenjara minimal satu tahun maksimal lima tahun penjara dan denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp 5 miliar.
Tuduhannya, tidak mengikutkan TKI dalam perlindungan tenaga kerja, melalui asuransi, tambahnya.Sementara itu, dikonfirmasi demikian Sy yang juga salah satu guru di sekolah tidak berada di tempat. Ketika didatangi di tempat bekerjanya dia sedang keluar. Rencananya, hari ini orang tua TKW mengadu ke dinas pendidikan.
No comments:
Post a Comment