Utang untuk Memberangkatkan Sampai Kini Belum LunasMaksud hati ingin mendulang ringgit di Malaysia, apa daya malah terlantar di negeri orang. Itulah gambaran nasib yang dialami Arina Nur Fina Hari dan Rita Kurnia Sari, dua TKW asal Kabupaten Blitar.
Abdul Aziz, RaTu---Saya ingin anak saya pulang, itu saja.
Meskipun tidak bekerja, tidak apa-apa," ungkapan Musanatun, 42. Warga Desa Jeding, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar, ini sedang kebingungan. Karena putrinya, Arina Nur Fina Hari mengaku tak betah bekerja di Malaysia.
Musanatun menunjukkan selembar foto bergambar dua gadis yang sedang pose. "Jika sedang rindu, saya dipandangi foto ini," katanya ditemui usai mengadu di SMK PGRI 3 Kota Blitar. Ya, dalam beberapa hari ini, Musanatun mondar-mandir di SMK PGRI 3 Kota Blitar dan Dinas Pendidikan Daerah (Dikda) Kota Blitar.
Dia mengadu ke dua lembaga pendidikan tersebut. Karena Arina -begitu panggilan anaknya- diberangkatkan ke Malaysia melalui Bursa Kerja Khusus (BKK) yang konon melalui SMK PGRI 3 Kota Blitar, tempatnya menuntut ilmu. Sejak lulus pada 2006, putri kedua dari empat bersaudara itu ke negeri jiran bersama sembilan temannya, juga alumnus SMK PGRI 3 Kota Blitar.
"Dia salah satu andalan keluarga. Harapannya, bisa membantu perekenomian keluarga," kata istri dari Mutarom ini. Sehari-hari pasangan suami istri tersebut berdagang kelontong. Penghasilan yang tak seberapa menjadi salah satu alasan mengizinkan Arina merantau di Malaysia.
Apalagi, di sekolahnya digelar BKK yang membutuhkan tenaga baru. Itu diperkuat dengan penuturan guru SMK PGRI 3 Kota Blitar Suyanto, bahwasanya di Malaysia ada pekerjaan yang cocok untuk buah hatinya.
"Saya percaya saja karena yang mengajak guru sekolah," tuturnya. Hingga akhirnya dia rela merogoh kocek Rp 2,5 juta. Tetapi hatinya merasa tak tega ketika mendengarkan penuturan anaknya. "Dia tidak betah di sana, karena kerjanya harian. Padahal seharusnya kan bulanan," tuturnya. Satu yang membuat hatinya tergugah.
Ketika telepon, Arina sering menangis. "Saya tidak tega. Sudahlah lebih baik pulang saja. Kami meminta pertolongan perusahaan dan sekolah," harapnya. Meski begitu, Arina sudah mengirimkan uang. Totalnya Rp 2,5 juta yang dikirim secara bertahap.
"Itu yang saya syukuri, sudah tahu dengan kondisi keluarga di desa," kata wanita berjilbab ini. Nasib orang tua Arina masih lebih baik bila dibandingkan Karjanah, 53, dan Suyani, 55. Anak mereka, Rita Kurnia Sari yang juga ke Malaysia, sampai saat ini belum pernah mengirim uang.
Justru dirinya masih memiliki tanggungan utang ke perusahaan yang memberangkatkan Rita. "Uang pemberangkatannya hasil Rp 2,5 juta dari utang tetangga," kata Karjanah.Karjanah dan Suyani hanya menggantungkan hidup dengan menjadi buruh tani.
Penghasilan mereka tidak tetap. Sama seperti Musanatun, permintaan Karjanah juga sama. Yakni secepatnya Tira dipulangkan ke Blitar. Karena khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama bekerja di Malaysia. "Saya ingin Rita dipulangkan daripada di sana susah," harapnya.
Seperti diketahui, dua TKW Arina Nur Fina Hari asal Desa Jeding, Kecamatan Sanankulon; dan Rita Kurnia Sari, Desa Sumber juga Kecamatan Sanankulon, Blitar dirundung masalah. Mereka bekerja di Malaysia. Tepatnya di Syarikat MTP Abdul Kadir SDN. BHD Elektronik Plot 26 D Jalan DPB4 Kawasan Zon Perindustrian Bebas 81560 Gelang Patah, Johor Baru, Malaysia. Sayang, pekerjaan tidak sesuai dengan harapan.
Selain tidak ada asuransinya, juga sistem penggajian tidak secara bulanan melainkan harian. Itu berbeda dengan tawaran sewaktu hendak diberangkatkan. Bahwa, di Malaysia mendapatkan gaji bulanan sebesar 700 RM dan mendapatkan hak-hal lainnya. Yang memfasilitasi pemberangkatan adalah Suyanto, guru SMK 3 PGRI Kota Blitar
No comments:
Post a Comment